Langsung ke konten utama

Feminisme di tenggah Masyarakat Patriarkis.

 

Feminisme di tenggah Masyarakat Patriarkis.




Dalam kurun beberapa tahun ke belakang. Feminisme menjadi istilah yang sangat popular dikalangan Perempuan muda. Sudah lama bergaung di mana-mana  Namun ditenggah ke populerannya tersebut masih banyak masyarakat yang salah Paham terkait feminisme itu sendiri, Masih banyak Masyarakat yang berfikir feminisme adalah salah satu Kedok agar perempuan bisa terlepas dari Kodrad seorang perempuan.

Sebuah gerakan dan ideologi perjuangan kesetaraan atau emansipasi hak bagi perempuan dalam segala aspek. Orang awam sering memandang feminisme sebagai gerakan yang dikhususkan untuk perempuan semata. Padahal, gerakan ini juga perlu dukungan dari seluruh pihak, tidak memandang jenis kelamin apa pun bahkan tidak jarang juga feminisme diangap sebagai gerakan untuk melawan sistem dan nilai seorang laki-laki.

 

Feminisme

Feminisme adalah gerakan untuk mengakhiri seksisme, exploitasi dan menindasan.  

Feminisme sendiri muncul dari kesadaran-kesadaran perempuan yang mengiginkan kemerdekaan dan perubahan untuk kesetaran perempuan dan Feminisme adalah sebuah paham yang menyatakan persamaan hak antara pria dengan wanita.

Silvia federici, dalam Beyond the Periphery of the Skin: Rethingking, Remaking and Reclaiming the Body in Contemporary (2020) Menyatakan;

“feminism was a revolt against our being defined as “bodies”, only valued for our imagined readinees for self-sacrifice and servicing other people. It was a revolt against the assumption that the best that we can expect from life is to be the domestic and sexual servants of men and the producers of workers and soldiers for the state. By fighting for the right to abortion and against the barbarous ways in which most of us are forced to give birth, against rape in and out of the family, against sexual objectification and the myth in which our bodies have been shaped by the capitalist division of labor.”

“Feminism adalah pemberontakan terhadap pendefinisian kita sebagai “tubuh”, yang hanya dihargai untuk kesiapan imajinasi kita untuk mengorbankan diri dan melayani orang lain. Ini adalah pemberontakan melawan asumsi bahwa yang terbaik yang dapat kita harapkan dari kehidupan adalah menjadi pelayan rumah tangga dan seksual laki-laki serta menjadi produsen pekerja dan tentara untuk Negara. Dengan memperjuangkan hak untuk aborsi dan melawan cara-cara biadab di mana kebanyakan dari kita dipaksa untuk melahirkan, melawan perkosaan di dalam dan diluar keluarga, melawan objektifikasi seksual dan mitos orgasme vagina, kita mulai mengungkapkan bagaimana tubuh kita telah dibentuk oleh pembagian kerja kapitalis”

Nah, dapat kita simpulkan bahwa Feminisme merupakan paham yang tujuannya positif. Dilain sisi masih ada banyak pihak yang merasa gerakan ini mengancam posisi Laki–laki, padahal sejatinya feminisme tidak hanya memperjuangkan hak Perempuan namun juga memperjuangkan hak laki–laki dan menghilangkan Stigma yang tidak benar dalam masyarakat. Hal ini kontradiksi dengan Budaya Patriarki yang hingga saat ini masih tumbuh dalam kehidupan masyarakat.

 

Patriarki

Sedangkan patriarki sendiri adalah perilaku yang mengutamakan laki-laki daripada perempuan dalam masyarakat atau kelompok sosial tertentu. Mengutip dari HerStory.co.id Patriarki adalah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang utama dan dominan kepemimpinan politik, otoritas moral, hak sosial dan penguasaan properti.

Dalam keluarga, seorang ayah memiliki otoritas atas wanita, anak, dan properti. Beberapa masyarakat patriarkal juga bersifat patrilineal, yang berarti bahwa properti dan gelar diturunkan kepada keturunan laki-laki.

Secara implisit, sistem ini melembagakan aturan dan hak istimewa laki-laki dan menempatkan perempuan di bawah posisi laki-laki, dengan kata lain Budaya Patriarki sendiri merupakan system yang menempatkan Laki–laki dalam posisi yang lebih tinggi dari perempuan, Budaya Patriarki sendiri menganggap bahwa laki–laki lebih Superior daripada perempuan, dan laki–laki bisa mendominasi kehidupan sosial dalam segala aspek termasuk Politik bahkan keluarga.

Sehingga muncul stigma Laki–laki harus kuat, Laki–laki yang menangis adalah laki–laki yang lemah, selain itu adapula anggapan jika laki–laki yang melakukan perawatan dan berdandan cenderung “tidak normal”, atau Perempuan yang harus memiliki sifat Pemalu, Anggun, dan Cenderung lemah.

Stigma seperti inilah yang coba dihilangkan dari masyarakat melalui Feminisme. Namun masih banyak orang yang menilai Feminisme sebagai suatu gerakan yang salah dan dinilai menganut paham Liberal. Ironisnya hingga saat ini perempuan masih ditempatkan pada Hierarki terendah, dimana Perempuan dianggap hanya sebagai alat untuk pemuas dan memproduksi keturunan.

Ditulis oleh : Yuni - Bidang Kaderisasi dan Politik.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERANGAI MILITER DALAM LINGKARAN MAHASISWA

PERANGAI MILITER DALAM LINGKARAN MAHASISWA Mahasiswa sebuah istilah yang seharusnya mengandung makna terpelajar dan kritis. Hal itu sudah semestinya selalu melekat dalam raga dan jiwa seorang mahasiswa. Secara umum untuk menyematkan istilah mahasiswa kepada sesorang adalah ketika ia memasuki gerbang universitas, serta melintasi berbagai proses acara penerimaan mahasiswa baru oleh kampus. Di dalam berbagai proses ini mahasiswa baru wajib untuk menyelesaikan agenda yang seringkali syarat dengan narasi "sakral". Grand narasi inilah yang menjelma sebagai lorong untuk menjadi mahasiswa yang identik dengan OSPEK.  Mahasiswa Baru & OSPEK Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus atau akronimnya OSPEK selalu terbayang menakutkan bagi mahasiswa baru dan selalu dinantikan oleh sebagian mahasiswa yang sudah senior beserta alumninya. Berbagai rapat yang panjang, alot dan berhari-hari menjadi penghias waktu sebelum terlaksananya OSPEK, berbagai interupsi susul menyusul dari bagian mahasis...

Fadli Zon Memanipulasi Tragedi Mei 1998

  Tragedi Mei 1998 adalah salah satu babak terkelam dalam sejarah modern Indonesia. Ribuan nyawa melayang, properti ludes terbakar, dan yang paling mengerikan, laporan-laporan tentang perkosaan massal terhadap perempuan Tionghoa mencoreng kemanusiaan. Dalam iklim politik pasca-reformasi yang masih rentan, upaya untuk memahami, merekonstruksi, dan merekonsiliasi sejarah krusial untuk memastikan keadilan bagi para korban dan mencegah terulangnya tragedi serupa. Namun, di tengah upaya tersebut, muncul narasi-narasi tandingan yang alih-alih mencerahkan, justru berpotensi memanipulasi ingatan kolektif, bahkan menolak keberadaan fakta-fakta yang telah terverifikasi. Fadli Zon sebagai Mentri Kebudayaan Republik IIndonesia, sebagai figur publik dan politisi, kerap menjadi sorotan dalam konteks ini, khususnya terkait pandangannya yang meragukan insiden perkosaan massal 1998. Fadli Zon dan Penolakan Fakta: Sebuah Pola yang Berulang Fadli Zon, melalui berbagai platform, termasuk media sosial ...

KELANGKAAN MINYAK DI KOTA PENGHASIL MINYAK TERBESAR

  Namaku Muchamad Abim Bachtiar (akrab disapa bach), saat ini sedang berkuliah di Program Studi Administrasi Publik, Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda. Selama mengikuti perkuliahan kurang lebih 6 semester dan sedang getol – getolnya aktif di Eksekutif Mahasiswa, saya tertarik untuk mengangkat isu minyak yang akhir – akhir ini hangat diperbincangkan di Kalimantan Timur. Kita semua mengetahui bahwa di Kalimantan Timur terdapat sebuah kota dengan penghasil minyak terbesar ketiga di Asia Tenggara, kota yang menjadi pusat ekspor minyak di berbagai provinsi hingga negara lain. Namun sayangnya, masyarakat yang hidup di kota tersebut malah mendapatkan masalah krisis atau kelangkaan dalam mendapatkan minyak dalam bermobilisasi. Kota ini tidak lain dan tidak bukan adalah Kota Balikpapan. Aku akan memantik tulisan ini dengan memberitahu ke kawan – kawan semua bahwa Pertamina yang mendapatkan lisensi BUMN tak bosan - bosannya merugikan rakyat kecil. Korupsi yang meraup keuntungan 900t me...