PERANGAI MILITER DALAM LINGKARAN MAHASISWA
Mahasiswa sebuah istilah yang seharusnya mengandung makna terpelajar dan kritis. Hal itu sudah semestinya selalu melekat dalam raga dan jiwa seorang mahasiswa.
Secara umum untuk menyematkan istilah mahasiswa kepada sesorang adalah ketika ia memasuki gerbang universitas, serta melintasi berbagai proses acara penerimaan mahasiswa baru oleh kampus. Di dalam berbagai proses ini mahasiswa baru wajib untuk menyelesaikan agenda yang seringkali syarat dengan narasi "sakral". Grand narasi inilah yang menjelma sebagai lorong untuk menjadi mahasiswa yang identik dengan OSPEK.
Mahasiswa Baru & OSPEK
Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus atau akronimnya OSPEK selalu terbayang menakutkan bagi mahasiswa baru dan selalu dinantikan oleh sebagian mahasiswa yang sudah senior beserta alumninya. Berbagai rapat yang panjang, alot dan berhari-hari menjadi penghias waktu sebelum terlaksananya OSPEK, berbagai interupsi susul menyusul dari bagian mahasiswa senior dan alumni menjadi adu argumen dari panitia yang mempertahankan rangkaian acaranya. Situasi tersebut biasanya menjadi mencekam hingga membagi barisan antara militeris dan humanis yang saling ofensif dan difensif dalam berargumen, untuk menerapkan rangkaian kegiatan yang diinginkanya. Tak jarang rapat-rapat tersebut bisa selasai walaupun matahari mulai menyingsing dan hanya berujung terpending hingga dilanjutkan di lain hari.
Hingga tiba dimana hari OSPEK akan terjadi, getir dan muram terpancar dalam sikap mahasiswa baru. mereka disambut dengan teriakan dan sikap intimidasi lainnya yang tak henti-henti, berbagai hal diupayakan untuk membuat takut dan tunduk. Mencium tanah dilakukan mahasiswa baru karena dibenturkan dengan narasi cinta tanah air, berendam dan berguling-guling di lumpur menjadi wajar dalam kegiatan OSPEK. Mahasiswa baru yang melawan karena tak ingin melakukan itu semua hanya mengakibatkan dia semakin tertindas. Panitia yang bimbang antara kasihan dan senang akan situasi itu, terkadang ikut antusias dalam hal senioritas tersebut. Rangkaian acara yang susah payah dibentuk panitia hanya sia-sia dan mereka tak bisa berkata banyak hingga berujung memaklumi.
OSPEK Peninggalan Kolonialisme
Sejarah tentang budaya OSPEK Indonesia terurai dalam tulisan laman arahjuang pada 04 Agustus 2022 yang berjudul “ Perpeloncoan : Antara Peninggalan Kolonialisme dan Pendidikan Penindas” Di Indonesia sendiri perploncoan merupakan peninggalan kolonialisme Belanda yang dikenal dengan istilah ontgroening atau groentjes yang diterapkannya dalam dunia pendidikan saat melakukan politik etis, STOVIA, Geneeskudinge Hooge School (GHS), Technische Hooge School (HTS) merupakan beberapa sekolah pada masa kolonial belanda yang menjalankan perpeloncoan. Masa itu perploncoan digunakan kelompok mahasiswa senior keturunan Eropa murni untuk menghina dan mendiskriminasi kaum pribumi dengan menyuruhnya memakai atribut yang memalukan, serta diteriaki dengan kata-kata mencaci maki. Mahasiswa Eropa rasis itu mencap pribumi tidak pintar dan hanya bisa masuk karena Politik Etis namun juga menganggapnya bukan sepenuhnya manusia. Lalu di masa pendudukan Jepang ontgroening diganti istilah puronko yang ditandai dengan penggundulan kepala pada siswa laki-laki, latihan baris- berbaris, dan pemberlakuan kerja rodi. Pasca-1950 banyak kampus dibuka tapi perploncoan dipertahankan. Sedangkan di Kediktaktoran Militer Orde Baru pimpinan Suharto, perploncoan dipakai untuk melanggengkan dan mempertahankan kekuasaannya dengan menebarkan ketakutan, dan membentuk sifat tunduk dan patuh ke tirani. Pendidikan selain untuk melanggengkan tirani Orba dan mencetak suplai tenaga kerja terampil untuk dihisap kapitalisme.
Bergantinya Zaman dari prakemerdekan, ORBA dan pasca reformasi tidak menyurutkan sepenuhnya kultur perpeloncoan dalam OSPEK. Jika kita bertolak pada rezim Orde Baru, bagaimana situasi dari absolutnya kekuasaan pemerintah yang menutup semua ruang kebebasan. Tentunya kondisi tersebut membuat batasan dalam gerakan Mahasiswa, fasisme yang terpancar dari barisan militer membangun ketakutan yang luas pada masyarakat. Tak jarang pada zaman ORBA sepatu militer menempel di jidat mahasiswa serta penyiksaan, penculikan dan mendekam di penjara. Dengan dalil menggangu keamanan negara, itu semua dilakukan pihak militer untuk meredam gerakan yang dilakukan mahasiswa. Dengan segala kekerasan yang dibuat negara tak mampu sepenuhnya meredam gairah perlawanan mahasiswa.
Pada musimnya mahasiswa mampu mengganggu kekuasaan serta menorehkan keberhasilan dalam menumpas tirani tahun 1966, 1974 dan 1998. Peristiwa – peristiwa tersebut pasti membuat bentrokan antara mahasiswa yang mewakili rakyat melawan militer sebagai perwakilan negara. Sejak saat itu secara tak resmi mahasiswa selalu menempatkan militer sebagai musuh, karena di dalam seragam militer bersemayam kekerasan. Saat ini juga tak sedikit kalangan mahasiswa yang benci perlakuan militer, namun kebanyakan dari mereka tidak sadar dalam melihat. Kebutaan dalam melihat kultur militer dalam sikap sehari-hari dikampus, serta menganut prinsip kekerasan militer dalam agenda mahasiswa.
OSPEK menjadi penumbuh dendam yang terlahir dari perangai militer dalam barisan mahasiswa, dimanakah permusuhan dan kebencian mahasiswa kepada militer ? senioritas menjadi khas serta menunjukan kemesraan terhadap sikap mahasiswa kepada militer yang mewajarkan hal tersebut. Sudah seharusnya kesadaran kita merubah dan tidak mendiami segala bentuk kekerasan yang akan mengahambat gerakan dan intelektualitas dalam mahasiswa. Pemerintah sudah terlampau jauh dalam transformasi untuk menghalau segala bentuk gerakan mahasiswa, dan kita sebagai mahasiswa tidak beranjak dalam kemandekan gerakan. Sudah saatnya bukan dendam yang kita tanamkan, kekuasaan telah menyeret berbagai macam kekuatan, hanya kolaborasi antara seluruh mahasiswa dan rakyatlah yang bisa melawannya.
Saatnya kita bersatu
Marilah kita merubah segala budaya yang menyembunyikan kekerasan dalam senioritas, Menghargai dan mendukung adalah suatu hal yang harus kita lakukan sekarang. Jangan lagi terkecoh dalam permusuhan dan dendam sesama mahasiswa serta segala cara yang dapat mematikan gerakan kita. Ingatlah musuh kita adalah kekuasaan yang tidak mampu memberikan kesejahteraan, keadilan dan keamanan bagi rakyatnya.
Pemerintah selalu berkembang dalam meredam gerakan kita, maka itu kita kuatkan barisan serta tingkatkan massa dalam pergerakan. Mari membentuk serta menemukan ikatan dan segala cara bersama-sama untuk memperkuat basis gerakan dalam menumpas kekuasaan yang tidak menguntungkan rakyat. Bangunlah sikap penuh antusisas antara mahasiswa yang mampu merubah sikap apatis. Keberhasilan gerakan mahasiswa terdahulu bukan sekedar untuk diingat saja, janganlah kita memeras ingatan lalu tenggalam dalam kenangan.
Masa lalu kita jadikan untuk menumbuhkan semangat dan memberi balasan dalam kesuksesksan yang akan sejajar dalam peristiwa sejarah di masa depan. Sutan Sjahrir pernah berkata "kemerdekaan hanyalah jembatan kemanusiaan" dan Hatta juga pernah berkata "kemerdekaan yang kita raih tak mampu meraih cita-cita sosialnya". Mereka sadar kemerdekaan akan dirusak pengurus negara ini, maka itu berjuangalah untuk kemerdekaan yang bisa dirasakan seluruh rakyat di tanah air ini.
Sebagai individu kita tidak mempunyai kekuatan, tetapi bila Bersatu, kita kuat dan bisa melawan. – Cho Young-Rae
Bangkitlah gerakan mahasiswa !!
Rebut keberanian !!
Referensi :
https://www.arahjuang.com/2022/08/04/perpeloncoan-antara-peninggalan-kolonialisme-dan-pendidikan-penindas/
Prasetyo, E. (2015). Bangkitlah gerakan mahasiswa.
Ditulis Oleh Ryan : Anggota-KBAM
Komentar