Namaku Muchamad Abim Bachtiar (akrab disapa bach), saat ini sedang berkuliah di Program Studi Administrasi Publik, Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda. Selama mengikuti perkuliahan kurang lebih 6 semester dan sedang getol – getolnya aktif di Eksekutif Mahasiswa, saya tertarik untuk mengangkat isu minyak yang akhir – akhir ini hangat diperbincangkan di Kalimantan Timur. Kita semua mengetahui bahwa di Kalimantan Timur terdapat sebuah kota dengan penghasil minyak terbesar ketiga di Asia Tenggara, kota yang menjadi pusat ekspor minyak di berbagai provinsi hingga negara lain. Namun sayangnya, masyarakat yang hidup di kota tersebut malah mendapatkan masalah krisis atau kelangkaan dalam mendapatkan minyak dalam bermobilisasi. Kota ini tidak lain dan tidak bukan adalah Kota Balikpapan.
Aku akan memantik tulisan ini dengan memberitahu ke kawan – kawan semua bahwa Pertamina yang mendapatkan lisensi BUMN tak bosan - bosannya merugikan rakyat kecil. Korupsi yang meraup keuntungan 900t menempatkan Pertamina di posisi pertama dalam peringkat liga korupsi Indonesia. Tidak hanya itu, BBM Oplosan yang beberapa minggu terakhir menghebohkan Kalimantan Timur dengan mengakibatkan sedikitnya ratusan motor dan puluhan mobil rusak. Masalah ini cukup lama ditangani oleh Pemerintah dan bahkan ada statement bahwa kendaraan tersebut rusak lantaran pengendara jarang diperbaiki. Padahal latar belakang kejadian rusaknya kendaraan (brebet) adalah selepas mengisi bahan bakar Pertamax di SPBU. Pada akhirnya, Pemerintah Kaltim memberikan solusi dari permasalahan BBM Oplosan ini dengan memberikan kompensasi kepada pengendara dengan berbagai S&K yang dapat di-claim di Kelurahan/Kecamatan terdekat.
Namun, solusi tersebut tidak juga dilaksanakan oleh pemerintah sampai muncul masalah kedua yaitu kelangkaan BBM di Kota Balikpapan. Seperti yang aku jelaskan di awal bahwa Kota Balikpapan punya kilang pertamina terbesar di Asia Tenggara, tetapi permasalahan ini justru memantik amarah besar warga Balikapapan. Mereka mengantri waktu yang sangat lama untuk mendapatkan BBM dengan kondisi kota yang kaya akan minyak. Hal ini membuat ojek online, supir angkutan umum, mahasiswa, buruh pabrik dan masyarakat yang ingin menggunakan kendaraan nya untuk mencari nafkah menggelar aksi di titik central kota Balikpapan.
Kemacetan panjang dan penghambatan jalur lalu lintas akibat demonstrasi memanglah merugikan jalur ekonomi kota, namun hal ini tak sebanding dengan bagaimana usaha masyarakat mengantri berhari – hari di depan SPBU untuk mendapatkan pasokan BBM. Pemerintah dan pemodal hanya bersenang – senang dan menikmati hasinya tanpa memikirkan nasib rakyatnya yang mengantri dengan panasnya terik matahari. Bahkan di guyur hujan sekalipun mereka tetap mengantri untuk mencari rezeki kembali di hari tersebut.
Kebobrokan regulasi yang pemerintah buat hanya menguntungkan para elit tanpa memperdulikan rakyat yang sebenar – benarnya adalah alasan kebijakan dibuat. Gubernur di Kalimantan Timur yang sebentar lagi menuju 100 hari kerja hanya menanggapi dengan omong kosong nya bahwa dengan “menghubungi pejabat Area manager Pertamina Patra Niaga dan menyampaikan informasi kepada masyarakat jika kapal akan segera dan di distribusikan ke SPBU” akan dengan mudah meluluhkan masyarakat. Statement ini membuktikan bahwa adanya kemunduran kepemimpinan dan pola pikir seorang pemimpin di kalimantan timur. Justru pemerintah harus menjawab berbagai pertanyaan warga Balikpapan yang muncul di social media “Kemanakah stok – stok minyak terbesar itu?”
Regulasi yang tidak pro rakyat harus segera diambil tindakan tegas, bukan sibuk mencari panggung dan validasi kepada pemodal pemodal yang ingin membuka usaha besar di kalimantan timur. Pemerintah haruslah memikirkan rakyat kecil. Jika kita tidak didengar, maka inilah waktu yang tepat untuk seluruh elemen masyarakat, mahasiswa, supir, buruh pabrik, rakyat miskin kota Bersatu untuk melawan ketidakadilan. Tanpa adanya persatuan, kita akan terus merasakan kesengsaraan dan mengulangi nasib yang sama. Maka dari itu, hanya ada satu kata: LAWAN!!!!!!
Ditulis oleh Bachtiar - Departemen Literasi - Kelompok Belajar Anak Muda
Komentar