Dari Surat Kartini Hingga Semangat
UU TPKS
Perkosaan, Intimidasi Seksual
termasuk Ancaman atau Percobaan Perkosaan;
Pelecehan Seksual; Eksploitasi
Seksual; Perdagangan Perempuan untuk Tujuan Seksual;
Prostitusi Paksa; Perbudakan
Seksual; Pemaksaan perkawinan, termasuk cerai
gantung;
Pemaksaan Kehamilan; Pemaksaan
Aborsi; Pemaksaan kontrasepsi dan sterilisasi;
Penyiksaan Seksual; Penghukuman
tidak manusiawi dan bernuansa seksual;
Praktik tradisi bernuansa seksual
yang membahayakan atau mendiskriminasi perempuan;
Kontrol seksual, termasuk lewat
aturan diskriminatif beralasan moralitas dan agama.
Perjuangan perempuan untuk mendapatkan kesetaraan adalah sebuah proses panjang yang penuh tantangan. Kartini dikenal dan dinobatkan sebagai Pahlawan kemerdekaan nasional 2 Mei 1964, usai Presiden Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No.108 Tahun 1964. Penobatan yang di berikan sebatas formalitas karena dalam prosesnya hingga saat ini ide dan fikiran revolusioner kartini yang dituangkan dalam surat-surat perjuangannya hanya menjadi peringatan Momentum yang dirayakan setiap 21 April tanpa keterbukaan ruang yang setara antar manusia.
Dalam surat-suratnya, Kartini menuangkan keluhan dan
gugatan khususnya menyangkut kebudayaan di Jawa yang dipandang sebagai bentuk
penghambat kemajuan perempuan, surat-surat Kartini tersebut kemudian
dikumpulkan dan diterbitkan menjadi sebuah buku yang dalam bahasa Belanda
berjudul Door Duisternis tot Licht (Habis Gelap Terbitlah Terang. Surat-surat dan
pemikiran-pemikiran Kartini juga mulai mengubah pandangan masyarakat Belanda
terhadap perempuan pribumi di Jawa.Kartini tertarik pada kemajuan berpikir para
perempuan Eropa. Untuk memajukan perempuan pribumi yang memiliki status sosial
yang rendah salah satunya karena pendidikan yang terbatas inilah yang kemudian
memotivasi Kartini mendirikan sekolah. Kartini kemudian mendirikan sekolah
untuk anak gadis di daerah kelahirannya, Jepara. Setelah menikah, dia masih
mendirikan sekolah di Rembang. Apa yang dilakukannya dengan sekolah itu kemudian
diikuti oleh perempuan lainnya dengan mendirikan ‘Sekolah Kartini’ di tempat
masing-masing seperti di Semarang, Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, dan
Cirebon.
Perjuangan kartini dan seluruh perempuan yang sejak
dahulu hingga saat ini masih meneriakkan kesetaraan belum juga menemukan titik
akhir. Lika liku panjang kasus kekerasan seksual yang bahkan menelan korban
jiwa adalah bentuk nyata bahwa belum adanya kesetaraan yang menjamin ruang aman
bagi perempuan dan kaum minoritas lainnya. CATAHU 2021 menggambarkan beragam
spektrum kekerasan terhadap perempuan yang terjadi sepanjang tahun 2020 dan
terdapat kasus-kasus tertinggi dalam pola baru yang cukup ekstrim, diantaranya,
meningkatnya angka dispensasi pernikahan
(perkawinan anak) sebesar 3 kali lipat yang tidak terpengaruh oleh situasi
pandemi, yaitu dari 23.126 kasus di tahun 2019, naik sebesar 64.211 kasus di
tahun 2020. Demikian pula angka kasus kekerasan berbasis gender siber (ruang
online/daring) atau disingkat KBGS yang dilaporkan langsung ke Komnas Perempuan
yiatu dari 241 kasus pada tahun 2019 naik menjadi 940 kasus di tahun 2020. Hal
yang sama dari laporan Lembaga Layanan, pada tahun 2019 terdapat 126 kasus, di
tahun 2020 naik menjadi 510 kasus. Meningkatnya angka kasus kekerasan berbasis
gender di ruang online/daring (KBGO) sepatutnya menjadi perhatian serius semua
pihak. Hal ini menunjukkan bahwa perlu adanya aturan yang melindungi korban
kekersasan seksual.
Gejolak dan semangat dalam memperjuangkan kesetaraan
serta pemberian ruang aman bagi seluruh manusia telah dilakukan dengan berbagai
cara dari diskusi dilingkaran terkecil, kampanye pentingnya kekerasan seksual,
hingga aksi massa yang selalu memuncak setiap 8 maret (IWD) tidak hentinya
dilakukan diberbagai daerah bahkan dunia, baik didalam keluarga, ranah
pendidikan bahkan lingkup pekerjaan.
RUU PKS dipangkas menjadi RUU TPKS bahkan mengurangi
banyak esensi perjuangan kesetaraan. Perubahan aturan RUU TPKS dan disahkan
menjadi UU TPKS menjadi hal yang harus diterima dalam perjuangan kesetaraan.
Setelah bertahun-tahun UU TPKS menjadi kemenangan bagi seluruh gerakan
perempuan Indonesia walapun dalam prosesnya penerapan UU TPKS ini belum
menunjukkan pemberian ruang aman bagi perempuan dan kaum minoritas lainnya. Keberlanjutan
dalam perjuangan kesetaraan harus terus dilakukan secara bersama-sama melalui
persatuan yang konsisten menyuarakan kesetaraan diberbagai ranah baik
pendidikan, pekerjaan, bahkan keluarga.
“SELAMAT MENUNAIKAN
PERJUANGAN KESETARAAN”
Ditulis oleh : Mardikani – KBAM KALTIM
https://tirto.id/kapan-hari-kartini-sejarah-rekam-jejak-kisah-setelah-meninggal-gcAR
Komentar