Langsung ke konten utama

Aksi "Lawan Rasisme"


PRESS RELEASE AKSI ALIANSI ANTI-RASISME
(Samrinda, 4 September 2019)

Diawali dengan pendiskusian yang dilaksanakan beberapa kali oleh aliansi anti rasisme membahas tentang beberapa isu terkini hingga permasalahan represivitas dan rasisme terutama yang dialami oleh masyarakat papua, beberapa hal yang dikemukakan mengenai isu rasisme ini tidak lain dan tidak bukan berawal dari  Pada tanggal 17 Agustus 2019, bertepatan hari peringatan kemerdekaan negara Republik Indonesia ke-74 sekaligus menjadi peristiwa kepedihan yang dialami bagi rakyat Papua. Gejolak bermula terjadi di daerah Surabaya ketika mahasiswa Papua dituding menjatuhkan "Bendera Merah Putih" depan Asrama kedalam "selokan parit" oleh kelompok ormas reaksioner juga kelompok aparat tanpa bukti-bukti valid.Tanpa berkompromi atau mencari tahu kebenarannya, mahasiswa Papua langsung diserang, diintimidasi dan dianiaya hingga ditahan. Tak hanya itu, beberapa kelompok ormas reaksioner juga menyerukan "Usir Papua" dan juga hinaan rasial terhadap mahasiswa papua tepat di depan asrama. 

Hal tersebut bukan pertama kalinya, persoalan rasisme yang terjadi mendorong kemarahan di berbagai daerah hingga tanah Papua yang menggelorakan semangat anti-rasisme hingga menuntut ruang demokratis di tanah Papua yang selalu dikeruk sumber daya alamnya, di sisi lain penganiayaan dan pembunuhan bukanlah hal baru dari awal mula ditariknya Papua kedalam NKRI. (Trikora, Pepera, Biak berdarah dls.) Namun rakyat Papua secara khusus tidak pernah mendapatkan ruang demokrasi tersebut. Bahkan pasca Reformasi 1998, Papua terus menjadi tempat dan sasaran dari cengkraman kekuatan Imperialisme yang digardai oleh kelas berkuasa dan militerisme Indonesia. Pembantaian rakyat Papua dan aktivis-aktivisnya tidak pernah mendapatkan keadilan. Sementara kejahatan kemanusiaan baru terus terjadi. Hanya di Papua terjadi penangkapan sistematis terhadap ribuan rakyat karena menyampaikan pendapatnya. Hanya di Papua anda bisa ditangkap karena membagikan selebaran dan mencetak spanduk aksi. Hanya di Papua, aktivis bisa dibunuh begitu saja oleh orang tidak dikenal dengan senjata api atau ditabrak di tengah jalan. Ruang demokrasi itu juga tidak tersedia bagi rakyat Papua di luar Papua. Terhadap aksi yang terkait dengan Papua, polisi mempersulit mekanisme pemberitahuan aksi, kemudian polisi melakukan mobilisasi pasukan besar-besaran bersenjata lengkap dengan water cannon dan pasukan anti huru hara bahkan hingga melakukan blokade dan pengepungan. Gejolak kembali membesar saat 14 Agustus 2019, 182 Warga Nduga, Papua dibunuh dan ribuan orang mengungsi ke berbagai daerah, setelah pengepungan asrama mahasiswa Papua di Surabaya pada 17 agustus hampir seluruh daerah bersolidaritas terhadap persoalan rasisme, sampai hari ini pemberangusan demokrasi terjadi di tanah papua, akses telekomunikasi diputus, jurnalis dilarang memuat berita dan juga rezim terus mengutus ribuan aparat ke tanah Papua, sebagai upaya meredam gerakan rakyat dengan intimidasi dan penganiayaan di berbagai daerah terhadap Aktivis Papua maupun Non-Papua. selain itu pada 31 agustus dilakukan di sekitar daerah Jabodetabeka 8 aktivis pro-demokrasi ditangkap. tidak berhenti disitu bahkan aksi massa yang tergabung dalam “Aksi Front Rakyat Anti Rasisme Deiyai,
Papua” dibunuh.

Berdasarkan hal diatas aliansi anti RASISME bersepakat mengadakan aksi DIAM, yang dilaksanakn Rabu, 9 September 2019, bertempat di persimpanhan jalan lembuswana ( Lampu lalu lintas), aksi ini dimulai pukul 13.15 WITA dan berakhir pukul 15.30 WITA dengan dihadiri kurang lebih 9 organisasi dan 40 massa aksi adapun tuntutan aksi sebagai berikut :

1. Persatuan Rakyat Tertindas, Lawan Rasisme!
2. Tangkap, Adili, dan Penjarakan, Pelaku Pelanggaran HAM
3. Hentikan pemblokiran Akses Telekomunikasi di Papua.
4. Hentikan Penangkapan Rakyat Papua.
5. Bebaskan Seluruh Aktivis Papua.
6. Hentikan Intimidasi terhadap Rakyat Papua.
7. Tarik MIliter dari Tanah Papua.
8. Demokrasi Sejati Bagi Rakyat Papua.
  
Hal diatas membuktikan bahwa permasalahan yang terjadi bukanlah msalah pendatang dan Non Pendatang, melainkan masalah KEMANUSIAAN. 

Bangun Solidaritas…!!!
Hidup Mahasiswa...!!!
Hidup Rakyat...!!!
Hidup Perempuan Yang Berlawan...!!

(sumber : Aliansi Anti Rasisme) 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERANGAI MILITER DALAM LINGKARAN MAHASISWA

PERANGAI MILITER DALAM LINGKARAN MAHASISWA Mahasiswa sebuah istilah yang seharusnya mengandung makna terpelajar dan kritis. Hal itu sudah semestinya selalu melekat dalam raga dan jiwa seorang mahasiswa. Secara umum untuk menyematkan istilah mahasiswa kepada sesorang adalah ketika ia memasuki gerbang universitas, serta melintasi berbagai proses acara penerimaan mahasiswa baru oleh kampus. Di dalam berbagai proses ini mahasiswa baru wajib untuk menyelesaikan agenda yang seringkali syarat dengan narasi "sakral". Grand narasi inilah yang menjelma sebagai lorong untuk menjadi mahasiswa yang identik dengan OSPEK.  Mahasiswa Baru & OSPEK Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus atau akronimnya OSPEK selalu terbayang menakutkan bagi mahasiswa baru dan selalu dinantikan oleh sebagian mahasiswa yang sudah senior beserta alumninya. Berbagai rapat yang panjang, alot dan berhari-hari menjadi penghias waktu sebelum terlaksananya OSPEK, berbagai interupsi susul menyusul dari bagian mahasis...

Fadli Zon Memanipulasi Tragedi Mei 1998

  Tragedi Mei 1998 adalah salah satu babak terkelam dalam sejarah modern Indonesia. Ribuan nyawa melayang, properti ludes terbakar, dan yang paling mengerikan, laporan-laporan tentang perkosaan massal terhadap perempuan Tionghoa mencoreng kemanusiaan. Dalam iklim politik pasca-reformasi yang masih rentan, upaya untuk memahami, merekonstruksi, dan merekonsiliasi sejarah krusial untuk memastikan keadilan bagi para korban dan mencegah terulangnya tragedi serupa. Namun, di tengah upaya tersebut, muncul narasi-narasi tandingan yang alih-alih mencerahkan, justru berpotensi memanipulasi ingatan kolektif, bahkan menolak keberadaan fakta-fakta yang telah terverifikasi. Fadli Zon sebagai Mentri Kebudayaan Republik IIndonesia, sebagai figur publik dan politisi, kerap menjadi sorotan dalam konteks ini, khususnya terkait pandangannya yang meragukan insiden perkosaan massal 1998. Fadli Zon dan Penolakan Fakta: Sebuah Pola yang Berulang Fadli Zon, melalui berbagai platform, termasuk media sosial ...

KELANGKAAN MINYAK DI KOTA PENGHASIL MINYAK TERBESAR

  Namaku Muchamad Abim Bachtiar (akrab disapa bach), saat ini sedang berkuliah di Program Studi Administrasi Publik, Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda. Selama mengikuti perkuliahan kurang lebih 6 semester dan sedang getol – getolnya aktif di Eksekutif Mahasiswa, saya tertarik untuk mengangkat isu minyak yang akhir – akhir ini hangat diperbincangkan di Kalimantan Timur. Kita semua mengetahui bahwa di Kalimantan Timur terdapat sebuah kota dengan penghasil minyak terbesar ketiga di Asia Tenggara, kota yang menjadi pusat ekspor minyak di berbagai provinsi hingga negara lain. Namun sayangnya, masyarakat yang hidup di kota tersebut malah mendapatkan masalah krisis atau kelangkaan dalam mendapatkan minyak dalam bermobilisasi. Kota ini tidak lain dan tidak bukan adalah Kota Balikpapan. Aku akan memantik tulisan ini dengan memberitahu ke kawan – kawan semua bahwa Pertamina yang mendapatkan lisensi BUMN tak bosan - bosannya merugikan rakyat kecil. Korupsi yang meraup keuntungan 900t me...