Langsung ke konten utama

Max Horkheimer dan Seorang Buruh Perempuan



Max Horkheimer, ia dilahirkan 14 Februari 1895 di Zuffenhausen, Jerman. Ayahnya, Moriz Horkheimer adalah seorang pemilik Perusahaan tenun, di Zuffenhausen. Ayahnya juga dikenal sebagai seorang Yahudi Orthodoks. Max Horkheimer sendiri dididik oleh Ayahnya dengan sangat tegas dan otoriter, dan mengharuskan ia untuk mengelola Perusahaan Ayahnya, Pabrik Tenun Moriz Horkheimer. Dengan segala keterpaksaan itu, Max Horkheimer akhirnya menuruti keinginan ayahnya, menjadi seorang Direktur Muda di Perusahaan Ayahnya. 

Pada 11 Juli 1916. Max Horkheimer menulis surat kepada Hans, saudara sepupunya, yang sedang tirah (istirahat total). Pada saat itu Horkheimer baru berusia 21 tahun dan menjadi seorang direktur dari Perusahaan tenun ayahnya (Moriz Horkheimer), di Zuffenhausen. Isi suratnya berisi tentang kegundahan hatinya, melihat penderitaaan seorang buruh perempuan di pabriknya, yang tidak dapat bekerja lagi karena sakit ayan. Buruh itu bernama Katharina Krämmmer. Bunyinya; 

 "Ia ( Nyonya Katharina Krämmer ) dilahirkan dari keluarga yang beranggotakan Sembilan orang. Ia lahir ke dunia sebagai mulut kesepuluh, yang tidak disambut dengan kegembiraan ucapan selamat datang, yang menganga lapar, yang merengek dan meratap. Ia dibesarkan dirumah petak berkamar dua, sempit dan berbau. Ia menghabiskan masa kanak-kanaknya dengan permainan dungu anak-anak kampung di gang sempit depan rumahnya. Di SD kelas 1 bersiswa 82 orang, ia senantiasa dipertontonkan sebagai si tolol dan pemalas. Karena kehamilan yang Nista ia dijual kepada kusir kereta pupuk, kusir bodoh dan pemabuk, yang gembira meniup terompetnya sambil mengendalikan keretanya, tanpa merasa keretanya sedang digeret dengan paksa oleh tantara Rusia menuju Siberia. Maka Nonya Katharina Krämmer dirawat Dinas Sosial Kotapraja. Ironisnya, betapa takt ahu adat Dinas Sosial Kotapraja ini, ia hanya memberi tunjangan 1 Mark sehari buat Katharina dan dua anaknya. Dari pabrik ke pabrik ia melamar kerja, dan ditolak. Selama empat belas hari ia mengisi perutnya hanya dengan kentang. Akhirnya ia mendapat pekerjaan dimana ia harus bercelana pendek yang rudin, kotor, dan berbau. Namun betapa bahagia ia Ketika hari gajian tiba karena ia dapat membelikan susu buat anak-anaknya, yang perutnya merintih lapar dan dengan tangan mengadah menyongsong mesra kedatangan ibunya. Sekarang Katharina sakit ayan, ia dinista, dijatuhkan, dan dibinasakan pelan-pelan dengan makan kentang seterusnya"

Isi surat yang bisa dirasakan, bagaimana Max Horkheimer dengan nada marah yang menghentak-hentak. Ia menggambarkan betapa kehidupan sehari-hari ini dilindas ketidakadilan, Kapitalisme. Disana ada kelimpahan karena keuntungan dan kemalaratan, kemewahan dan kelaparan, kebahagiaan dan kesengsaraan. Kemudian Max Horkheimer melanjutkan suratnya. Bunyinya; 

’’Siapa mengeluh tentang penderitaan? Kau dan Aku? Kitalah pemakan daging manusia, yang sambat dagingnya tidak lezat dan membikin perut kita mulas tidak puas. Tidak, tidak, malah lebih Jahannam lagi: kau bergemilang dalam ketentraman dan kelimpahan, dan ini harus dibayar oleh sesama yang mati lemas, berdarah serta keroncongan perutnya, sementara itu kita hanya merenung tentang nasib yang menimpa orang-orang seperti Katharina Krämmmer. Kau berguling di kasur empuk, kau berbusana indah. Namun kau tidak tahu berapa banyak buruh perempuan jatuh dalam proses produksi buat kasur dan busanamu. Sesama kita hangus karena gas racun sehingga bapakmu dapat mengeruk uang untuk mengongkosi tirahmu. Dan kau sendiri berang-berang marah jika kau tidak bisa santai dengan Dostojewsky dua halaman sehari. Kitalah si buas, namun kita kurang disiksa. Kita memang konyol. Kita bagaikan tukang bantai di penjagalan binatang, yang menggerutu bahwa lap putih penutup badan kita kecipratan darah

Surat itu bermakna sangat dalam bagi Max Horkheimer. Bunyi surat sarat dengan protes terhadap keadaan masyarakat penuh nista itu, yang kelak Max Horkheimer sendiri terilhami, akan diperlunya kedatangan masyarakat baru, dimana tiada lagi kenistaan, ketimpangan, dan ketidakadilan tadi. Inilah salah satu penggerak awal yang kelak diwujudkannya kedalam pemikiran teoretisnya ketika ia menjadi direktur Sekolah Frankfurt. 

Di dalam kata pengantar dalam sebuah buku karya Sindhunata yang berjudul ‘Dilema Usaha Manusia Rasional, Teori Kritis Sekolah Frankfurt’ Prof. Dr. Franz Magniz Suseno mengatakan bahwa: “Yang merupakan ciri khas Teori Kritik Masyarakat ialah bahwa teori itu, berbeda dengan pemikiran filsafat yang tradisional (dari Hegel dan Husserl ke Heidegger) tidak bersifat kontemplatif saja, dan tidak dimaksud untuk menjadi lamunan beberapa filsuf jauh dari hidup masyarakat yang nyata. Melainkan, Teori Kritis memandang diri sebagai pewaris cita-cita Karl Marx, sebagai teori yang menjadi Emansipatoris: teori itu mau mengembalikan kemerdekaan dan masa depan manusia. Teori Kritis tidak hanya mau menjelaskan, mempertimbangkan, merefleksikan, mengkategorisasikan, dan mengatur, melainkan mau mengubah. Yang mau diubah bukan filsafat, melainkan pemberangusan manusia oleh hasil pekerjaannya sendiri. Teori Kritis mau menjadi praktis. 

Namun Teori Kritis tidak mau membebek pada Karl Marx. Kelemahan banyak aliran Marxisme ialah mereka begitu saja menjiplak hasil-hasil analisa Karl Marx dan menerapkannya pada masyarakat sekarang. Padahal masyarakat yang dianalisa Marx adalah masyarakat seratus dua puluh tahun yang lalu. Oleh karena itu, analisa-analisa Marxis sering lebih bersifat dogma daripada ilmu. Teori kritis mengadakan analisa baru terhadap masyarakat yang dipagai “masyarakat kapitalis tua” atau “masyarakat industri maju” . Ketajaman analisa itu diakui juga oleh banyak pihak yang berbeda pandangannya. Yang dihangatkan kembali dalam Teori Kritis bukan teori Marx yang usang, melainkan maksud dasar Marx, yaitu pembebasan manusia dari segala belenggu, penginapan, dan penindasan” 

Namun saya tidak akan terlalu mendalami Teori Kritis Sekolah Frankfurt, melainkan hanya ingin memberikan pandangan dari isi suratnya Max Horkheimer kepada Hans (saudara sepupunya). Bahwa Max Horkheimer merasa tergerak hatinya untuk menjadi salah satu penggerak awal Teori Kritis Sekolah Frankfurt, dengan ciri khas Frankfurt adalah Teori Emansipatoris. 

Dan, Teori Kritis Sekolah Frankfurt menjadi salah satu solusi untuk pembebasan kaum buruh seluruh dunia, sebagaimana Max Horkheimer terilhami setelah melihat seorang buruh perempuan (Katharina Krämmmer).


Ditoles oleh Farhan - Departemen Politik - Kelompok Belajar Anak Muda

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERANGAI MILITER DALAM LINGKARAN MAHASISWA

PERANGAI MILITER DALAM LINGKARAN MAHASISWA Mahasiswa sebuah istilah yang seharusnya mengandung makna terpelajar dan kritis. Hal itu sudah semestinya selalu melekat dalam raga dan jiwa seorang mahasiswa. Secara umum untuk menyematkan istilah mahasiswa kepada sesorang adalah ketika ia memasuki gerbang universitas, serta melintasi berbagai proses acara penerimaan mahasiswa baru oleh kampus. Di dalam berbagai proses ini mahasiswa baru wajib untuk menyelesaikan agenda yang seringkali syarat dengan narasi "sakral". Grand narasi inilah yang menjelma sebagai lorong untuk menjadi mahasiswa yang identik dengan OSPEK.  Mahasiswa Baru & OSPEK Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus atau akronimnya OSPEK selalu terbayang menakutkan bagi mahasiswa baru dan selalu dinantikan oleh sebagian mahasiswa yang sudah senior beserta alumninya. Berbagai rapat yang panjang, alot dan berhari-hari menjadi penghias waktu sebelum terlaksananya OSPEK, berbagai interupsi susul menyusul dari bagian mahasis...

Fadli Zon Memanipulasi Tragedi Mei 1998

  Tragedi Mei 1998 adalah salah satu babak terkelam dalam sejarah modern Indonesia. Ribuan nyawa melayang, properti ludes terbakar, dan yang paling mengerikan, laporan-laporan tentang perkosaan massal terhadap perempuan Tionghoa mencoreng kemanusiaan. Dalam iklim politik pasca-reformasi yang masih rentan, upaya untuk memahami, merekonstruksi, dan merekonsiliasi sejarah krusial untuk memastikan keadilan bagi para korban dan mencegah terulangnya tragedi serupa. Namun, di tengah upaya tersebut, muncul narasi-narasi tandingan yang alih-alih mencerahkan, justru berpotensi memanipulasi ingatan kolektif, bahkan menolak keberadaan fakta-fakta yang telah terverifikasi. Fadli Zon sebagai Mentri Kebudayaan Republik IIndonesia, sebagai figur publik dan politisi, kerap menjadi sorotan dalam konteks ini, khususnya terkait pandangannya yang meragukan insiden perkosaan massal 1998. Fadli Zon dan Penolakan Fakta: Sebuah Pola yang Berulang Fadli Zon, melalui berbagai platform, termasuk media sosial ...

KELANGKAAN MINYAK DI KOTA PENGHASIL MINYAK TERBESAR

  Namaku Muchamad Abim Bachtiar (akrab disapa bach), saat ini sedang berkuliah di Program Studi Administrasi Publik, Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda. Selama mengikuti perkuliahan kurang lebih 6 semester dan sedang getol – getolnya aktif di Eksekutif Mahasiswa, saya tertarik untuk mengangkat isu minyak yang akhir – akhir ini hangat diperbincangkan di Kalimantan Timur. Kita semua mengetahui bahwa di Kalimantan Timur terdapat sebuah kota dengan penghasil minyak terbesar ketiga di Asia Tenggara, kota yang menjadi pusat ekspor minyak di berbagai provinsi hingga negara lain. Namun sayangnya, masyarakat yang hidup di kota tersebut malah mendapatkan masalah krisis atau kelangkaan dalam mendapatkan minyak dalam bermobilisasi. Kota ini tidak lain dan tidak bukan adalah Kota Balikpapan. Aku akan memantik tulisan ini dengan memberitahu ke kawan – kawan semua bahwa Pertamina yang mendapatkan lisensi BUMN tak bosan - bosannya merugikan rakyat kecil. Korupsi yang meraup keuntungan 900t me...