DARI MALARI SAMPAI INVESTASI HARI INI
Kita memang tidak akan lupa dengan peristiwa MALARI (Malapetaka
Lima Belas Januari). Sedikit menyegarkan ingatan, peristiwa malari masuk dalam
Sejarah Gerakan Mahasiswa Indonesia pada kisaran tahun 1974, gerakan mahasiswa
yang sempat meredup akibat gerakan mahasiswa yang hanya sebagai gerakan yang
lontarkan oleh Soe Hok Gie adalah
gerakan Moral Force (gerakan moral),
dalam konsepsi mahasiswa seharusnya lebih bertindak sebagai kekuatan
moral ketimbang sebagai kekuatan politik, dengan artian mahasiswa muncul
sebagai aktor politik ketika situasi bangsa sedang krisis, setelah krisis
berlalu kembali ke kampus dengan tugas utamanya adalah belajar. Malari terjadi
karna adanya peringatan bagi rezim saat itu yang ingin membuka pintu masuk bagi
investasi modal asing dan penolakan kedatangan Perdana Menteri Jepang Kakuei
Tanaka hingga terjadi huru-hara di Jakarta dan berakhir dengan tindakan
represif pemerintah terhadap mahasiswa.
Peristiwa Malari walaupun termasuk dalam sejarah gerakan
mahasiswa namun gerakan ini banyak di kritik oleh berbagai macam pihak.
Kritikan tersebut bahwa mahasiswa saat itu kelihatan jelas melakukan kolaborasi
dengan militer, seorang jendral yang saat itu menjabat Pangkokamtib, terlihat
jelas aktif dalam aksi-aksi tersebut. gerakan ini kelihatan jelas melakukan
kolaborasi dengan militer, paling tidak pada detik-detik akhir menjelang
meletusnya Malari, Soemitro salah seorang jendral yang saat itu menjabat
Pangkokamtib, terlihat jelas aktif dalam aksi-aksi tersebut. Akibat peristiwa
ini, gerakan mengalami kehancuran bersamaan dengan hancurnya militer yang
diajak berkolaborasi, lalu Mahasiswa tidak mau bergabung bersama rakyat. Akibat gerakan yang elitis ini gerakan tidak
bisa memimpin massa-rakyat yang terlibat dalam gerakan tersebut, rakyat
akhirnya melakukan kerusuhan. Ini selanjutnya yang dijadikan legitimasi bagi
rejim untuk menghentikan aksi-aksi mahsiswa dengan alasan mengganggu keteriban
umum. Dan terakhir gerakan ini tidak berkembang secara luas karena hanya
gerakan ini hanya ada di Jakarta.
Malari tidak hanya mengingatkan kita tentang betapa
represfinya rezim saat itu berkuasa dan gerakan mahasiswa saja. Malari juga
mengingatkan kita tentang Penanaman Modal Asing yang berdampak terhadap
ketimpangan kelas pada masyarakat. Indikasi bahwa paham neoliberal telah masuk dalam kebijakan sejak
rejim Orde Baru, hingga rejim-rejim yang terbentuk sesudahnya Hadiz & R.
Robison (2006) dan A. Rosser (2002). Masalah investasi memang terlanjur menjadi
momok bagi setiap pemerintahan yang berkuasa. Sejak pemerintahan di era Orde
Baru hingga sekarang, citra negatif selalu dialamatkan kepada siapa saja
presiden yang gagal mendatangkan investor, terutama asing, untuk membiayai
pembangunan di Indonesia, secara ekonomi Indonesia semakin dijerumuskan untuk
melayani kepentingan korporasi besar internasional dalam mengeruk keuntungan.
Penanaman modal asing (Foreign Direct Investment) hari ini
biasa digunakan dengan kata investasi asing, investasi semakin merajalela dan
selalu menjadi tujuan utama pemerintah. Yang terbaru adalah UU Ciptaker,
kebijakan yang membuat pebisnis semakin bergairah karna terlepasnya segala
halangan rintangan untuk meralisasikan investasinya dan penyerapan tenaga kerja
yang semakin mudah didapatkan akibat UU ini, perusahaan-perusahaan semakin
leluasa memperkerjakan buruh tanpa mengangkat mereka. Upah minimum pun lebih
rendah daripada China dan dalam beberapa tahun ke depan akan lebih rendah daripada
Vietnam. Dalam hal perizinan untuk berinvestasi di Indonesia juga sangat
memudahkan, syarat-syarat yang yang dipermudah pada investasi perizinan, dan
makin maraknya saham-saham yang miliki orang kaya, dan ketimpangan kelas
semakin jelas terjadi.
Undang-undang lainnya
yang sudah dijalankan demi memuluskan investasi antara lain yang berkaitan
dengan pemanfaatan sumber daya alam ialah, UU Pertanahan, UU Cipta Tenaga Kerja
dan UU Mineral dan Batubara. Reazim saat ini mengobral SDA Negeri ini dan abai
soal bagaimana nasib ruang hidup masyarakat yang terus tergerus, termasuk
dengan kerusakan lingkungan yang semakin massif. Statemen terbaru bahkan
dilontarkan oleh Menteri LHK dalam kabinet Indonesia Maju, Siti Norbaya membuat
statement “Pembangunan besar-besaran era Presiden Jokowi tidak boleh berehenti
atas nama emisi karbon atau atas nama deforestasi”. Hal yang sangat menyakitkan
ketika kita melihat SDA yang semakin hancur namun atas nama PEMBANGUNAN bumi
akan dibuat menjadi NERAKA. Masih banyak lagi INVESTASI ASING yang sangat
membuat kerugian besar terhadap negeri ini dalam sektor buruh juga yang diserap
tenaganya karena upah murah dari hasil “Investasi Indonesai yang menjanjikan”
jelas saja sangat menjanjikan bagi penanam modal asing karena upah bagi buruh
sangat rendah, dalam tahun 2021 untuk penetapan UMP 2022 saja hanya naik pada
kisaran sekitar 1%.
Setelah kejadian Malari
dari awalnya yang menolak penanaman modal asing untuk masuk ke Indonesia hingga
hari ini rezim yang berganti masih saja mempertahankan INVESTASI di atas
segalanya. INVESTASi mereka tuhankan. Hari ini adalah sebuah bukti bagi
penelitian STUDI-STUDI V.R. Hadiz & R. Robison (2006) dan A. Rosser (2002) yang
memberi indikasi bahwa paham neoliberal telah masuk dalam kebijakan sejak rejim
Orde Baru, hingga rejim-rejim yang terbentuk sesudahnya.
DItulis Oleh : BOY – KBAM KALTIM
Komentar