BELAJAR KEMBALI SEJARAH 1 DESEMBER
:
HARI KEMERDEKAAN PAPUA 1961
“Saya sendiri ingin menyatakan
bahwa Papua sama sekali tidak dipusingkan, bisa diserahkan kepada bangsa Papua
sendiri. Saya mengakui bahwa bangsa Papua juga berhak menjadi bangsa yang merdeka.
Akan tetapi bangsa Indonesia buat sementara waktu, yaitu dalam beberapa puluh
tahun, belum sanggup, belum mempunyai tenaga cukup untuk mendidik bangsa Papua,
sehingga menjadi bangsa yang merdeka,” Bung
Hatta : dalam sidang Badan Pekerja Urusan Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI)
Sesungguhnya
kita anak muda Indonesia, mungkin sudah sangat jauh terlambat untuk belajar
kembali tentang sejarah 1 desember atau Kemerdekaan Bangsa Papua, tetapi tidak
salah juga jika kita baru ingin belajar tentang sejarah ini. dilain hal kita
tahu bahwa pemerintah Indonesia tidak akan membuka sejarah ini di ruang-ruang
pendidikan kita, baik itu sekolah ataupun perguruan tinggi negri. Karena ini
adalah dosa dosa masa lalu Indonesia dan beban sejarah bagi anak muda indonesia.
Untuk itu mari kita belajar lagi.
Memahami Kembali Sejarah 1 Desember 1961
Ketika Papua Barat masih menjadi daerah sengketa
akibat perebutan wilayah antara Indonesia dan Belanda, Tuntutan rakyat Papua
Barat untuk merdeka sebagai negara merdeka sudah ada jauh sebelum kemerdekaan
Indonesia 17 Agustus 1945. Memasuki tahun 1960-an para politisi dan negarawan
Papua Barat yang terdidik lewat sekolah Polisi dan sebuah sekolah Pamongpraja
(Bestuurschool) di Jayapura (Hollandia), dengan mendidik 400 orang antara tahun
1944-1949 mempersiapkan kemerdekaan Papua Barat.
Selanjutnya atas desakan para politisi dan negarawan
Papua Barat yang terdidik, maka pemerintah Belanda membentuk Nieuw Guinea Raad
(Dewan Nieuw Guinea). Beberapa tokoh-tokoh terdidik yang masuk dalam Dewan ini
adalah M.W. Kaisiepo dan Mofu (Kepulauan Chouten/Teluk Cenderawasih), Nicolaus
Youwe (Hollandia), P. Torey (Ransiki/Manokwari), A.K. Gebze (Merauke), M.B.
Ramandey (Waropen), A.S. Onim (Teminabuan), N. Tanggahma (Fakfak), F. Poana
(Mimika), Abdullah Arfan (Raja Ampat). Kemudian wakil-wakil dari keturunan
Indo-Belanda adalah O de Rijke (mewakili Hollandia) dan H.F.W. Gosewisch
(mewakili Manokwari). Setelah melakukan berbagai persiapan disertai dengan
perubahan politik yang cepat akibat ketegangan Indonesia dan Belanda, maka
dibentuk Komite Nasional yang beranggotakan 21 orang untuk membantu Dewan Nieuw
Guinea dalam mempersiapkan kemerdekaan Papua Barat. Komite ini akhirnya
dilengkapi dengan 70 orang Papua yang berpendidikan dan berhasil melahirkan
Manifesto Politik yang isinya:
·
Menetukan nama Negara : Papua Barat
·
Menentukan lagu kebangsaan : Hai Tanahku Papua
·
Menentukan bendera Negara : Bintang Kejora
·
Menentukan bahwa bendera Bintang Kejora akan
dikibarkan pada 1 November 1961.
Lambang Negara Papua Barat adalah Burung Mambruk
dengan semboyan “One People One Soul”. Rencana pengibaran bendera Bintang
Kejora tanggal 1 November 1961 tidak jadi dilaksanakan karena belum mendapat
persetujuan dari Pemerintah Belanda. Tetapi setelah persetujuan dari Komite
Nasional, maka Bendera Bintang Kejora dikibarkan pada 1 Desember 1961 di
Hollandia, sekaligus “Deklarasi Kemerdekaan Papua Barat”. Bendera Bintang
Kejora dikibarkan di samping bendera Belanda, dan lagu kebangsaan “Hai Tanahku
Papua” dinyanyikan setelah lagu kebangsaan Belanda “Wilhelmus”. Deklarasi
kemerdekaan Papua Barat ini disiarkan oleh Radio Belanda dan Australia.
Tiga
Komando Rakyat (TRIKORA) Awal penjajahan
Sayang, negara yang baru saja dibentuk tersebut
tidak bertahan lama. Usianya baru 19 hari merdeka, pemerintah Indonesia,
sekalipun tidak ada hubungan darah dengan orang Papua, membubarkan dan mengusir
kaum intelektual pribumi Papua yang membentuk dan menyatakan Papua merdeka, melalui
gerakan Tiga Komando Rakyat (TRIKORA). 19 Desember 1961, di bawah kepemimpinan Presiden
Republik Indonesia (Ir. Soekarno). Tiga Komando Rakyat (TRIKORA) adalah awal
terjadinya penjajahan atas bangsa west papua, TRIKORA bertujuan untuk
menggabungkan wilayah Papua bagian barat menjadi bagian dari Negara Indonesia.
Itulah mula-mula malapetaka bagi rakyat dan bangsa West Papua. Militer
Indonesia hadir di tanah West Papua untuk merampas hak politik bangsa West
Papua.
Masa-masa itu, Indonesia merebut Papua dari
kekuasaan Belanda dengan kerja keras, tipu daya, dan manipulasi. Salah satu
fakta adalah penandatanganan perusahaan Freeport MacMoran antara Indonesia dan
AS tanpa melibatkan satu pun orang Papua, terutama pemilik gung Nemangkawi,
Tembagapura Timika. Nota kesepahaman ini kemudian dilaksanakan dua tahun
sebelum pelaksanaan PEPERA yang juga melanggar butir-butir hukum nasional dan
internasional. Penandatanganan itu menjadi jaminan bagi AS untuk mati-matian
memperjuangkan Indonesia dalam usahanya merebut Papua secara paksa dari
pemerintah Belanda. Sejarah perbudakan AS, Belanda dan Indonesia terhadap orang
Papua bahkan dibawa dan dilahirkan di markas besar PBB di kota New York pada 15
Agustus 1962. Perjanjian ini tidak hanya sekedar kesepakatan politik untuk
merebut wilayah Papua, tetapi lebih dari itu menjual harga diri orang Papua
yang memiliki hak dan derajat seperti manusia ciptaan Tuhan di belahan dunia
yang berbeda pula.
Tipu
Daya PEPERA (Penentuan Pendapat rakyat)1969
Kemudian menjelang PEPERA (Penentuan Pendapat rakyat)
1969, Indonesia melancarkan serangan melalui TNI/Polri BIN, BAIS dan lain-lain
sebagai upaya menutup ruang demokrasi dalam pelaksanaan PEPERA. Dalam selang
waktu 1962-1968, Indonesia tak henti-hentinya menyebarluaskan kekuatan militer
di seluruh tanah Papua dengan beraneka ragam operasi militer. Akhirnya,
Indonesia memenangkan PEPERA 1969 dengan moncong senjata dengan melibatkan
1.025 orang dari 800,000 jiwa penduduk Papua kala itu. Perlahan semua orang
Papua, termasuk para intelektual Papua yang membentuk dan menyatakan
kemerdekaan itu, disembunyikan dari muka bumi dan dunia demi kepntingan ekonomi
semata. Bukannya orang Papua tidak melawan, namun dukungan AS terhadap
Indonesia juga melancarkan operasi yang terus menerus membungkam gerakan orang
Papua yang meminta kemerdekaan pada waktu itu. Akses informasi dan pengetahuan
orang Papua yang terbatas juga menjadi peluang besar kedua negara untuk
memenangkan PEPERA dengan cara tipu daya. Meski demikian, sampai detik ini
semangat orang Papua untuk mempertahankan kebenaran sejarah dan identitasnya
tidak diragukan lagi. Peristiwa yang disaksikan dan dirasakan tua, muda, kecil
dan besar 55 tahun silam itu terus bertindak dan berterik dari atas tanah
leluhur. Mereka yang dulu menjadi saksi dan korban dari cara dan kekerasan
Indonesia, AS dan Belanda itu berhasil menanamkan serta menyebarluaskan sejarah
itu.
Patut diakui, Indonesia berhasil merebut Papua
dengan menempuh cara-cara yang tidak benar. Indonesia merasa bangga atas
perebutan Papua secara paksa. Indonesia mengakui perjuangan mengindonesiakan
Papua adalah perjuangan yang murni dengan proses dan mekanismen yang benar.
Indonesia menganggap telah meraih impian untuk memasukkan Papua ke dalam rumah
Pancasila. Tetapi satu hal yang perlu catat dalam buku sejarah Indonesia saat
ini, bahwa semua perjuangan itu tidak berakar pada kebenaran yang nantinya
pasti akan terbongkar, cepat atau lambat. Buktinya, hari ini banyak gerakan
perlawanan yang tumbuh dan berkembang baik di dalam maupun luar negeri. Uniknya
lagi, semua faksi perjuangan dan pergerakan di dalam negeri telah bersatu,
begitu pula dengan di luar negeri. Saat ini, untuk membongkar kedok sejarah
penipuan Indonesia dan AS terhadap Papua, orang Papua membentuk wadah yang
bernama United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) pada 2014 di Port
Vila Honiara, ibukota Negara Vanuatu.
Gerakan ini berhasil membawa isu Papua ke seluruh
kawasan Pasifik, baik wilayah Melanesia, Polinesia dan Micronesia. Tidak bisa
lagi dipungkuri, ULMWP yang menjadi wadah koordinatif dari organisasi PNWP,
WPNCL dan NFRPB ini menggalang dukungan sampai ke benua Eropa, Afrika dan
Amerika. Bahkan baru saja orang Papua mendapat berita segar dari dalam negeri,
dimana pada 29 November, di ibukota Jakarta, sebagian kalangan muda Indonesia
mendeklarasikan Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (yang disingkat
FRI-West Papua).
Ditulis
oleh : Drmwn – Anggota Dept. politik
Sumber
:
·
Internet
korankejora.blogspot.com
www.arahjuang.com
Jubi.co.id
indoprogress.com
·
Buku
Dr. Socratez. S Yoman/2021/Pustaka
Larasan : Jejak kekerasan Negara Dan
Militer Di Tanah Papua/
Komentar