(KRONOLOGI KASUS KEKERASAN SEKSUAL OLEH KBAM)
“BERSIHKAN GERAKAN DARI SEGALA TINDAKAN SEKSISME”
Jum’at 13 November 2021, Kelompok Belajar Anak Muda Kaltim mengadakan diskusi dalam rangka merespon PERMENDIKBUD RISTEK No. 30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan Perguruan Tinggi, sebagai salah satu upaya dalam mendukung pencegahan dan penanganan kekerasan seksual didalam kampus. Seperti kegiatan pada umumnya Kelompok Belajar Anak Muda atau lebih dikenal dengan singkatan KBAM, mengkampanyekan dan mengajak seluruh elemen agar terlibat dalam agenda Melalui Flyer ajakan yang berisi tema agenda, waktu pelaksanaan hingga menampilkan foto pemantik dan moderator yang terlibat dalam diskusi tersebut. Diskusi tersebut merilis flyer seruan diskusi terbuka seperti dibawah ini :
Dimulai pukul 16.00 WITA dan melibatkan kurang lebih 40 peserta dari berbagai organisasi baik internal dan eksternal kampus Agenda tersebut berjalan dengan sangat menarik melalui Pendiskusian bersama, adapun sebagai akhir dari rangkaian agenda KBAM dan beberapa lembaga bersepakat untuk membuat rencana tindak lanjut, yakni menginisiasi terbentuknya FORUM SAMARINDA LAWAN KEKERASAN SEKSUAL yang diawali dengan rilis sikap melalui video bahwa mendukung PERMENDIKBUD RISTEK NO 30 TH 2021, adapun lembaga yg hadir diantaranya KBAM KALTIM, HIMAPSOS, PUAN MAHAKAM dan Individu-individu lainya.
Forum Tersebut sudah melakukan berbagai pertemuan bahkan menyusun langkah strategis dan aksi massa sebagai upaya mendorong pengesahan PERMENDIKBUD RISTEK NO 30, serta melibatkan lebih banyak lembaga yg juga mendukung.
Beberapa waktu setelah diskusi tersebut, salah satu kawan (kader KBAM) yang saat itu juga sebagai pemantik dalam diskusi mendapatkan sebuah kiriman flyer dari sebaran grup WhatsApp yang telah diedit seperti dibawah ini :
SIKAP KAMI!
Pengeditan Flyer tersebut sudah sangat jelas menghilangkan subtansi dari ,tujuan awal pembuatan Flyer tersebut yang sebelumnya digunakan sebagai bahan Kampanye pencegahan kasus Kekerasan Seksual, tetapi justru diedit ulang oleh pelaku yang tidak bertanggungjawab dan mengandung bentuk kekerasan Seksual dan jelas telah melecehkan salah satu kawan kami dan KBAM, selaku organisasi terkait penyelenggara diskusi terbuka tersebut. Seperti yang sudah kita ketahui bersama, bahwa bentuk-bentuk kekerasan seksual tidak hanya berupa tindakan perkosaan. Pernyataan, komentar, perilaku seksis yang menghina atau merendahkan dengan gambar atau tulisan yang menyerang seksualitas orang lain adalah pelecehan seksual.
"Kekerasan Seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina, menyerang, dan atau perbuatan lainnya terhadap tubuh, hasrat seksual seseorang, dan atau fungsi reproduksi, secara paksa, bertentangan dengan kehendak seseorang yang menyebabkan seseorang itu tidak mampu memberikan persetujuan dalam keadaan bebas, karena ketimpangan relasi kuasa dan atau relasi gender, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan atau kesengsaraan secara fisik, psikis, seksual, kerugian secara ekonomi, sosial, budaya, dan atau politik." (RUU PKS Versi Masyarakat Sipil). Selain itu Di tengah semakin luasnya jangkauan internet, canggihnya perkembangan dan penyebaran teknologi informasi, serta populernya penggunaan media sosial, telah menghadirkan bentuk-bentuk baru kekerasan berbasis gender (KBG). Kekerasan berbasis gender online (KBGO) atau KBG yang difasilitasi teknologi, sama seperti kekerasan berbasis gender di dunia nyata, tindak kekerasan tersebut harus memiliki niatan atau maksud melecehkan korban berdasarkan gender atau seksual. Jika tidak, kekerasan tersebut masuk dalam kategori kekerasan umum di dunia maya. Komisi Nasional Anti kekerasan pada Perempuan (Komnas
Perempuan) mememiliki terminologi terhadap kasus KBG di dunia maya dengan istilah Kekerasan terhadap Perempuan (KtP) berbasis cyber, yakni kejahatan cyber dengan korban perempuan yang seringkali berhubungan dengan tubuh perempuan yang dijadikan objek pornografi. Komnas Perempuan mengklasifikasikan Bentuk-bentuknya berupa pendekatan untuk memperdaya (cyber-grooming), pelecehan online (cyber harassment), peretasan (hacking), konten ilegal (illegal content), pelanggaran privasi (infringement of privacy), ancaman distribusi foto/video pribadi (malicious distribution), pencemaran nama baik (online defamation), dan rekrutmen online (online recruitment). Sementara itu, dalam Internet Governance Forum dipaparkan bahwa kekerasan berbasis gender online mencakup spektrum perilaku, termasuk penguntitan, pengintimidasian, pelecehan seksual, pencemaran nama baik, ujaran kebencian, dan eksploitasi. KBGO juga dapat masuk ke dunia offline, di mana korban atau penyintas mengalami kombinasi penyiksaan fisik, seksual dan psikologis, baik secara online maupun langsung di dunia nyata. Masing-masing korban atau penyintas KBGO mengalami dampak yang berbeda-beda. Beberapa hal yang mungkin terjadi dan dialami para korban dan penyintas antara lain Kerugian psikologis, berupa depresi, kecemasan, dan ketakutan. Ada juga pada titik tertentu para korban/penyinas menyatakan pikiran bunuh diri sebagai akibat dari bahaya yang mereka hadapi. Keterasingan sosial, dengan menarik diri dari kehidupan publik termasuk keluarga dan teman-teman. Hal ini terutama berlaku untuk perempuan yang foto atau videonya didistribusikan tanpa persetujuan dan membuat mereka merasa dipermalukan dan diejek di tempat umum
Bahwa kemudian di dalam flyer tersebut kawan mona telah dilecehkan dengan dijadikan bahan objektifikasi dari flayer yang disebarkan oleh orang yang tidak diketahui (masih dalam proses pencarian pelaku). Dan bahwa kawan mona telah menyatakan rasa ketidaknyamanan atas hadirnya flyer tersebut. Pada tanggal 12 Desember 2021, kawan kami
telah meminta klarifikasi dari seseorang yang bersangkutan (diduga anggota grup WhatsApp tersebut) atas adanya flyer, namun tidak ada respon untuk klarifikasi atas flyer tersebut. Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) berkontribusi terhadap budaya seksisme dan misoginis online, serta melanggengkan ketidaksteraan gender di ranah offline. Pelecehan dan KBGO merugikan perempuan dan gender minoritas lainnya dengan membatasi kemampuan mereka untuk mendapatkan manfaat dari aktivitas online, seperti pekerjaan, promosi, dan ekspresi diri. Diungkapnya kasus pelecehan seksual ini merupakan tanda bagi organisasi-organisasi pergerakan, bahwa isu pelecehan seksual, diskriminasi terhadap perempuan, dan kekerasan lainnya belum menjadi prioritas dalam agenda organisasi. Sehingga ke depan setiap organisasi harus memprioritaskan isu pelecehan seksual agar kejadian seperti ini tidak terulang.
Tindakan pelecehan seksual tidak dapat dibenarkan dengan alasan apapun. Kami berharap hal ini dapat menjadi refleksi dan perubahan sikap dari cara pandang yang seksis. Sehingga tercipta ruang yang lebih banyak untuk perjuangan pembebasan perempuan dalam agenda agenda pergerakan.
Sebagai organisasi yang memiliki tujuan untuk mewujudkan nilai-nilai kesetaraan, kami mendukung kawan Mona untuk mendapat keadilan. Karenanya, kami menuntut adanya permintaan maaf secara terbuka oleh pihak-pihak yang terlibat mengedit, menyebarluaskan dan yang mengobjektifikasi kawan kami kemudian mengakui tindakannya telah merendahkan martabat kemanusiaan orang lain. Hal tersebut juga
adalah wujud dari komitmen untuk menjamin tidak ada diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan dalam pergerakan.
Kami Bersama Kawan Mona !
Stop pelecehan dan segala tindakan seksis terhadap perempuan!
*Tim khusus melawan KS – KBAM KALTIM
Kami yang bersolidaritas : -
-
-
-
-
Komentar