Berawal dari audiesi di Aula Kel. Sidodadi, Kec. Samarinda Ulu, Kota Samarinda, Pemkot mengeluarkan statement bahwa ada suntikan dana sebesar Rp 15 miliar dari Pemprov Kaltim, sebagai anggaran uang kerahiman untuk warga Bantaran Sungai Karang Mumus (Warga RT 26, 27, dan 28). Artinya, masing-masing RT mendapatkan Rp 5 miliar.
Pemkot Samarinda menunjuk tim apprisial sebagai tim yang independen untuk menilai harga bangunan yang ada di bantaran SKM. Penilain yang di lakukan oleh tim apprisial dianggap tidak kredibel. Warga hanya mendapat uang kerahiman rata-rata Rp 2 -16 juta saja, hanya satu warga yang mendapatkan uang kerahiman sebesar Rp 75 juta. Padahal, anggaran awal masing-masing RT yaitu Rp 5 miliar, dipotong menjadi Rp 2,5 miliar dengan alasan sisa anggaran digunakan untuk penanganan Covid-19.
Pada 7 s.d 8 Juli 2020, warga bantaran SKM menggelar aksi dengan memblokade Jalan Dokter Sutomo Samarinda untuk mencegah pembongkaran bangunan dan menuntut bertemu dengan pemimpin daerah yang mereka pilih menggunakan hak suara mereka pada 2015 lalu, yaitu Syari ja’ang dan Berkati. Namun, hanya Sekda Dr. H. Sugeng Charuddin bersama dengan kepala organisasi perangkat daerah (OPD) saja yang turun ke lokasi.
Selanjutnya, Selasa (9/7/2020), Dr. H Sugeng Charuddin mengatakan bahwa Pemkot akan terus menjalankan pembongkaran sesuai arahan Walikota Samarinda. Sembari melakukan upaya persuasif kepada masyarakat bantaran (SKM), Pemkot akan memberikan santunan atau biaya pembongkaran bangunan, biaya mengangkut bahan bangunan ke lokasi baru, dan tunjangan kehilangan penghasilan yang jumlahnya Rp 2,7 miliar untuk 210 warga di RT 28. Hal ini sangat bertolak belakang dengan kesepakatan pertama sebesar Rp 5 miliar.
Tidak berhenti disitu, warga yang tergabung dalam Forum Komunikasi Warga Segiri melakukan aksi unjuk rasa kembali pada Minggu (2/8/2020), di depan gedung DPRD Kaltim. Tujuannya, menuntut agar mendapatkan hunian sementara dan uang santunan yang layak.
Pada Senin (3/8/2020), DPRD Kaltim menerima aspirasi mereka dengan audiensi bersama dengan Komisi I DPRD Kaltim. Warga meminta agar diberikan hunian sementara, pembongkaran bangunan agar sesuai Surat Edaran Walikota , meminta agar Dinas Perkim dan tim apprisial diperiksa atas janjinya kepada warga, serta meminta Walikota agar menunda pembongkaran bilamana tidak sanggup memberi hunian sementara dan uang kerahiman yang layak. Pada pertemuan tersebut, Komisi I DPRD Kaltim berjanji akan memfasilitasi pertemuan warga dengan Pemkot Samarinda untuk jejak dengar pendapat. Tapi semua itu hanyalah janji, tidak ada tindak lanjut setelah diadakannya pertemuan itu.
Selasa (4/08/2020), warga mendatangi kantor Gubernur untuk meminta ketegasan mengenai peraturan No.903/2557/BP3/BAP tentang himbauan untuk dihentikannya seluruh aktivitas pekerjaan yang dikontrak, terkecuali yang berkaitan dengan penanganan Covid-19. Warga meminta agar bisa bertemu dengan Hadi Mulyadi selaku Wakil Gubernur Kaltim untuk memperoleh belas kasih, namun tidak ada tanggapan.
Senin (24/08/2020), aparat gabungan TNI, Polisi, dan Satpol-PP datang untuk melakukan pembongkaran. Upaya tersebut diiringi oleh tindakan represif aparat terhadap simpul-simpul pertahanan yang dibuat oleh warga. Akhirnya massa aksi terpukul mundur. Tidak berhenti disitu, setelah makan siang warga langsung menuju rumah jabatan Wakil Gubernur Kaltim, Hadi Mulyadi, untuk meminta agar dihentikan proses penggusuran dan menuntut untuk menarik aparat dari Pasar Segiri. Setelah kurang lebih satu setengah jam warga disana dan tidak ada tanggapan, akhirnya warga mendatangi rumah jabatan Walikota Samarinda dan sempat memblokade Jalan S. Parman. Solidaritas dan dukungan dari pengguna jalan membanjiri aksi tersebut, sehingga membuat semangat warga bertambah untuk menyuarakan aspirasi mereka. Tetapi lagi dan lagi, tidak ada tanggapan dari Walikota atau Wakil Walikota Samarinda untuk menemui warga.
Terakhir, Selasa (25/08/2020), pukul 17.00 di gedung DPRD Kota Samarinda, warga kembali melakukan audiesi. Hasil pertemuan itu, DPRD Samarinda akan memfasilitasi warga untuk bertemu dengan Pemkot Samarinda dan meninformasikan kembali pada Rabu (26/08/2020). Namun, sampai waktu yang telah ditentukan DPRD Kota Samarinda tidak menepati janjinya.
Itu adalah catatan warga Segiri dalam menempuh jalan audiensi dengan pimpinan-pimpinan daerah yang berujung janji-janji belaka dan tidak menghasilkan apa-apa. Maka kita simpulkan bahwa janji-janji mereka hanya seperti nasi yang dimakan menjadi tai.
Komentar