MAKNA SUMPAH PEMUDA UNTUK BANGSA
Ditulis oleh Romi - KBAM Kaltim
Pada masa kemerdekaan bangsa dan negara Indonesia tidak luput dari peran para pemuda. Peran pemuda dalam perubahan tata negara di Indonesia bermula saat Kongres Pemuda Kedua menyepakati ikrar Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 di Batavia (Jakarta).
Isi Teks Sumpah Pemuda
Kami putra dan putri Indonesia yang mengaku bertumpah darah yang satu, Tanah air Indonesia.
Kami putra dan putri Indonesia, berbangsa yang satu Bangsa Indonesia dan
Kami putra dan putri Indonesia, berbahasa yang satu, Bahasa Indonesia.
Kaitan ini memiliki makna pemuda memiliki gerakan yang kuat untuk membangun bangsa yang mempersatukan bangsa. Maka berdirinya organisasi Budi Utomo pada 1908, semangat untuk mencapai kemerdekaan Indonesia mulai bangkit. Meskipun awalnya organisasi ini terbatas untuk kaum pelajar kedokteran yang bersekolah di Stovia--sekolah dokter kala itu. Namun pergerakannya kemudian kian masif untuk memajukan bangsa dan tanah air Indonesia.
Mengikuti Budi Utomo, organisasi kepemudaan mulai bangkit dengan berdirinya organisasi kedaerahan seperti Jong Java, Jong Sumatrenan Bond, Jong Celebes, Jong Ambon, Jong Minahasa dan organisasi dengan entitas kesukuan lainnya. Kendati, sejarawan menyebut di dalam organisasi itu tak secara khusus hanya diisi pemuda dari suku tertentu.
Penggagas Budi Utomo, Dr Wahidin Soedirohoesodo lalu mewariskan pemikiran tentang persatuan kebangsaan kepada generasi pemuda selanjutnya, seperti Mohammad Yamin, dan pelajar Stovia lainnya.
Pada 1926, para pemuda dari berbagai organisasi lantas sepakat untuk menggelar pertemuan guna membahas satu wadah organisasi yang bisa menyatukan seluruh pemuda dari berbagai daerah dan organisasi. Pada Kongres Pemuda I itu juga dibahas penguatan organisasi kedaerahan untuk mencapai persatuan bangsa.
Angkatan pertama organisasi ini jadi pelopor gerakan kongres kepemudaan pertama pada 30 April-2 Mei 1926, dipimpin oleh Mohammad Tabrani Soerjowitjiro.Meskipun demikian, Kongres Pemuda I dianggap belum mendapat hasil yang memuaskan bagi setiap golongan. Ini karena saat itu dianggap masih ada sekat antar-pemuda. Setiap perwakilan organisasi masih berorientasi pada satu aspek tertentu, misalnya pendidikan--seperti Taman Siswa--atau juga aspek sosial kedaerahan.
Sumber https://www.cnnindonesia.com/nasional/20201026215352-20-563034/meneropong-organisasi-pelajar-dulu-dan-gerakan-masa-kini
Pada saat itu lah, timbul gerakan pemuda yang dipelopori oleh buntomo. Pada saat yang hampir bersamaan, mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di Belanda, termasuk Mohammad Hatta mendirikan Indische Vereeninging yang merupakan cikal bakal Perhimpunan Indonesia, tahun 1925. Organisasi-organisasi tersebut merupakan penanda munculnya kaum terpelajar dan mahasiswa sebagai penggerak perubahan dalam sejarah Indonesia. Beberapa tahun setelahnya, semakin banyak organisasi pemuda dan mahasiswa muncul di berbagai kota. Kemudian, Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) mendorong ide persatuan hingga melahirkan Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928.
Perjuangan menjelang proklamasi kemerdekaan pun tak bisa dilepaskan dari peran para pemuda dan mahasiswa. Salah satu peran angkatan muda 1945 yang bersejarah, dalam kasus penculikan Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok oleh kelompok Chairul Saleh dan Soekarni. Di sana, mereka mendesak proklamasi segera dilakukan.
Kemudian, pada 1965-1966, beberapa kelompok pemuda dan mahasiswa Indonesia terlibat dalam perjuangan yang ikut mendirikan Orde Baru. Gerakan ini dikenal dengan istilah Angkatan '66. Tokoh-tokoh mahasiswa saat itu adalah mereka yang kemudian berada pada lingkar kekuasaan Orde Baru. Di antaranya, Cosmas Batubara, Sofyan Wanandi, Yusuf Wanandi, Akbar Tanjung, dan lain lain.
Memasuki 1970, kritik terhadap Orde Baru mulai bermunculan. Di antaranya, ada seruan untuk tidak memilih (Golput) pada Pemilu 1972 karena Golkar dinilai curang. Motor gerakan ini adalah Arif Budiman, Adnan Buyung Nasution, hingga Asmara Nababan. Pembangunan Taman Mini Indonesia Indah pada 1972 juga menuai polemik karena penggusuran besar-besaran. Selain itu, isu kenaikan harga beras, hingga korupsi juga memicu unjuk rasa di berbagai titik. Sedangkan demonstrasi besar dilakukan untuk memprotes kedatangan Perdana Menteri Jepang Kakuei Tanaka, hingga peristiwa Malari pada 15 Januari 1974.
Seruan “Turunkan Suharto!” pertama kali terdengar pada 1977. Saat itu, aksi mahasiswa tidak lagi berporos di Jakarta, namun meluas hingga kampus-kampus di Bandung dan Surabaya. Berbagai aksi ini selalu berhasil digagalkan hingga 1998. Gerakan mahasiswa pada 1998 menuntut reformasi dan dihapuskannya KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme). Lewat pendudukan gedung DPR/MPR, ribuan mahasiswa memaksa Presiden Soeharto melepaskan jabatannya.
sumber https://katadata.co.id/pingitaria/berita/5e9a4e6cab7c5/gerakan-mahasiswa-dari-boedi-oetomo-reformasi-hingga-bela-kpk
Menurut Yatun Sastramidjaja “Unjuk rasa itu menunjukkan bahwa anak muda masih memiliki pandangan politik kritis dan keyakinan atas keberdayaan politik mereka, meskipun dalam dua dekade terakhir mereka sering dituduh apatis,” dari penelitian asisten profesor antropologi di University of Amsterdam, Belanda.
Menurut dia, aktivis muda saat ini - yang bergerak saat negara ini mencapai usia 75 tahun - mewakili sebuah momen perintis dalam sejarah Indonesia. “Alasannya sederhana saja. Perjuangan para pendahulu mereka demi kebebasan dari penindasan, keadilan dan kebenaran masih penting dan justru semakin mendesak hari-hari ini”.
Yatun mengatakan salah satu faktor pendorong gerakan kaum muda yang selalu ada dari masa ke masa adalah kesadaran dalam angkatan. “Mereka adalah wujud dari gagasan bahwa era baru yang progresif, Indonesia yang lebih baik, dapat dicapai; dan mereka memiliki tanggung jawab untuk memimpin dalam perjuangan yang sedang berlangsung untuk masa depan yang lebih baik”.
Kesadaran angkatan muda terbukti menjadi kekuatan pendorong perubahan nyata dalam sejarah Indonesia. Gerakan pemuda dan pelajar di sepanjang sejarah Indonesia telah menyumbangkan visi yang jelas tentang perubahan progresif dan bagaimana perubahan ini dapat dicapai.Dan mereka melakukannya dengan cara-cara yang imajinatif yang sesuai dengan kebutuhan setiap zaman.
Menurut Yatun, kondisi-kondisi politik dan peluang-peluang yang ada membentuk berbagai peran pemuda, khususnya pemuda berpendidikan di setiap era. Menurut studi Yatun tahun 2016 tentang gerakan pelajar Indonesia, pada akhir masa penjajahan Belanda, pemuda pribumi berpendidikan adalah kelompok yang relatif kecil tapi memiliki privilese tinggi.
Mereka memandang diri mereka sebagai agen dalam era baru yang menyingsing dan menyebut diri mereka “kaum muda”. Mereka merasa lebih tercerahkan dibanding generasi orang tua mereka yang feodal dan terpecah-pecah secara etnis. Mereka seirama dengan perkembangan progresif di panggung dunia - termasuk kebangkitan nasionalisme.
Mereka juga orang-orang pertama yang mengembangkan rasa memiliki takdir bersama dan keberdayaan bersama sebagai sebuah generasi. Ini terwujud pada 1908, ketika pelajar Indonesia di Jakarta (saat itu Batavia) mendirikan Boedi Oetomo, organisasi nasionalis pertama di Indonesia.
Mereka kemudian menyelenggarakan dua Kongres Pemuda pada 1926 dan 1928. Kongres tahun 1928 menghasilkan Sumpah Pemuda untuk kesetiaan pada “satu tanah air, satu bangsa, satu bahasa”.
Sumber: https://theconversation.com/sepanjang-sejarah-angkatan-muda-selalu-memiliki-kesadaran-akan-indonesia-yang-lebih-baik-144290
Maka bisa dilihat saat ini perjuangan kaum pemuda masih terus melakukan gerakan politik dan gerakan perlawanan. Karena melihat bahwa penderitaan yang berharap bisa perlahan surut dengan seiringnya kemajuan refomasi. Tapi nyata penindasan terhadap masyrakat masih terus ada, misal terdapat pada sengketa tanah terhadap perusahaan atau mafia tanah. Seharus sebagai negara yang punya kendali, lebih mempertahankan tanah tanah warga yang sudah mereka duduki dan menyamping investasi. Karena tanah tersebut memiliki nilai berupa budaya, masa kengan bersama keluar, atau hal hal yang yang bersifat personal.
Komentar