PERS SEBAGAI ALAT PERJUANGAN
Setiap perjuangan tentu membutuhkan senjata politiknya. Apa senjata itu? Dalam gelombang nasionalisme abad ke 19, senjata politik dari gerakan kebangsaan adalah Surat Kabar. Bahasa yang digunakan dalam surat kabar pribuni adalah bahasa Melayu Rendah. Bahasai ini, apabila kita telusuri pada awalnya merupakan bahasa penghubung, baik antara golongan Tionghoa dengan masyarakat luas maupun dengan sesama golongan Tionghoa sendiri—ini terjadi karena golongan Tionghoa yang ada di Indonesia berasal dari macam-macam suku Tiongkok, antara satu dengan lainya mempunyai bahasa yang berbeda (Pramoedya.1999:202)
Perkembangan selanjutnya menunjukkan bahwa bahasa Melayu Tionghoa – pemerintah kolonial Belanda sering menyebutnya bahasa Melayu Rendah—kemudian banyak digunakan wartawan dan pemgarang pribumi. Banyak penulis yang nasionalis dan beridologi kiri menggunakan bahasa Melayau Tionghoa—Pram menyebutnya bahasa kerja –antara lain Raden Mas Tirto Adhi Soerjo, Mas Marco, Semaun, yang mana buah karya mereka ini tidak disenangi oleh pemerinatah kolonial Belanda yang mengunakan bahasa Melayu Tinggi.
Surat kabar pribumi yang pertama kali mengunakan bahasa Melayu Rendah adalah Medan Prijaji (1907) yang dirintis oleh Raden Mas Tirto Adhi Soerjo. Surat kabar ini pada awalnya mingguan dan kemudian berkembang menjadi surat kabar harian dengan berita-berita utama menyangkut persoalan rakyat yang ditindas oleh penguasa kolonial. Dalam perkembangan selanjutnya, masing-masing organisasi politik yang berkembang ketika itu mempunyai surat kabar sendiri-sendiri. Partai Komunis Indonesia mempunyai jumlah surat kabar terbanyak, baik di Jawa, Semarang, Surabaya, Surakarta, Batavia, Pekalongan maupun yang terbit di luar Jawa seperti di Padang Panjang, Bukit Tinggi, Medan, Makasar, Pontianak dan Ternate. Organisasi lain seperti Perhimpunan Indonesia juga mempunyai surat kabar sendiri yaitu Indonesia Merdeka, sedangkan Serikat Islam dengan surat kabarnya Sinar Djawa, Indische Partij dengan terbitannya De Express dan Het Tijdscrift.
Bagaimana bahasa mereka dalam mengugah semangat kebangsaan dapat kita lihat sebagai berikut. Dalam memberikan semangat kepada rakyat Indonesia, Marco menulis dalam Sinar Djawa edisi Kamis, 11 April 1918 No. 82, dengan judul Djangan Takoet sebagi berikut:
Sekarang kami hendak membitjarakan tentang peperangan soeara ditanah kita Hindia jang seperti djemeroetini. Apakah peperangan mentjari makan di Hindia sini achirnja djoega seperti peperangan mentjari makan di Zuid Afrika? Inilah misih djadi pertanjaan jang tidak moedah didjawab! Kami tahoe ada djoega bangsa kita anak Hindia jang lebih soeka memehak kaoem oeang dari pada memehak bangsanja jang soedah tertindas setengah mati, maar … djangan poetoes pengharapan pembatja! Disini ada banjak sekali anak-anak moeda jang berani membela kepada rajat, dan kalau perloe sampe berbatas jang penghabisan. Dari itoe kita orang tidak oesah takoet dengan bangsa kita makhloek jang lidahnja pandjang, lidah mana jang hanja, perloe diboeat mendjilat makanan jang tidak banjak, dan dia bekerdja diboeat masin melawan bangsanja sensiri jang ini waktoe masih djadi indjak-indjakan. Bangsa apakah orang sematjam ini?! Itoelah toean pembatja bisa kasih nama sendiri! Sekarang ada lagi pertanjaan, jaitoe tidak saban orang bisa mendjawab itoe pertanjaan: Apakah di Hindia sini ada soerat kabar jang dibantoe oleh kaoem oeang, soepaja itoe soerat kabar bisa melawan soerat kabarnja rajat? Ada! Tetapi nama soerat kabar itoe pembatja bisa mentjari sendiri.
Dari itoe saudara-saudara dan sekalian pembatja, soenggoehpoen berat sekali kita bertandingan boeat menghela bangsa kita jang amat tertindas, sebab ketjoeali kita mesti berani bertanding dengan kaoem oeang, dengan bangsa kita sendiri jang lidahnja pandjang. Djadi sesoenggoehnja pada ini waktoe kita orang tidak bisa tjoema memegangi kebangsa'an (nationalisme sadja, sebab bangsa kita masih ada jang djadi berkakas, melawan kepad kita sendiri. Djadi seharoesnja kita djoega mesti mempoenjai hati kemanoesia'an (socialisme). Ingatlah siapa jang menindas kita? …………….. tetapi ………………
Lain dari itoe, kita memberi ingat kepada saudara-saudara, djanganlah soeka membatja sembarang soerat kabar, pilihlah soerat kabar jang betoel-betoel memihak kepada kamoeorang, tetapi jang tidak memihak kepada kaoem oeang Sebab kalau tidak begitoe, soedah boleh ditentoekan, achirnja kita orang Hindia tentoe akan terdjeroemoes di dalam lobang kesengsara'an jang amat hina sekali.
Achir kalam, kami berkata; NGANDEL, KENDEL, BANDEL, itoelah gambar hatinja manoesia jang tidak memandjangkan lidahnja, tetapi menoendjoekkan giginja jang amat tadjam, dan kalau perloe...
Selain untuk membangkitkan semangat, surat kabar pergerakan juga berusaha meblejeti sistem kapitalisme yang ada di Indonesia. Sebagai contoh dapat kita lihat isi surat kabar berikut ini:
Tjaranja pabrik goela hendak menjewa sawah orang-orang desa itoe jang soedah kedjadian lantaran dari politie desa: Loerah, Tjarik enz, enz, djadi pabrik tidak oesah rewel-rewel masoek keloear di romah-romah orang desa jang sawahnja hendak disewa pabrik. Apakah perkara ini soedah mestinja penggawai desa atau Goepermen: Asistent Wedono Wedono dan Regent mesti menoeloeng kaperloean pabrik boeat mentjari tanah jang akan ditanami teboe? Kaloek menoeroet adilnja, seharoesnja pabrik mesti datang di romah masing-masing orang desa dan lain-lainnja sama sekali tidak boleh toeroet tjampoer tentang perkara sewa menjewa itoe soedah kedjadian dan hendak teeken perdjandjian. Banjak orang-orang desa bilangan pabrik Tjepiring dan Gemoeh afdeling Kendal, Semarang, bahwa marika itoe merasa terlaloe menesal sekali, karena sawahnja disewa oleh pabrik, sebab oeang sewaan tanahnja dari pabrik, itoe lebih sedikit dari pada hasil kalau itoe tanahnja dikerdjakan sendiri. Apakah sebabnja itoe pabrik bisa menjewa tanah orang desa dengan harga moerah sekali? Tida lalu tentoe dari roepa-roepa akal jang tidak baik boeat orang desa itoe, tetapi baik boeat loerahnja enz enz. Begitoe orang memberi kabar kepada kami. Kalau kabar itoe njata, kami berseroe kepada pemerentah haroes menjelidiki, apakah prijaji-prijaji dan loerah jang memegang peperentahan dipabrik sitoe tidak terima presen dari pabrik, soedah tentoe akalnja pabrik menjewa tanah orang-orang desa dengan lakoe jang tidak baik. Hal ini kami telah mendapat keterangan dari beberapa orang desa jang sawahnja disewa pabrik. Dibawah ini kami bisa kasih keterangan dengan pendek, soepaja djadi timbangan sekalian orang jang sehat pikirannja: "Sebahoe sawah oleh pabrik tidak lebih f66,- (enam poeloeh enam roepiah) didalam 18 boelan, jaitoe seoemoernja teboe; sawah sebahoe kalau ditanami padi bisa tiga dalam 18 boelan, dan itoe padi kalau didjoeal tidak koerang dari f300 (tiga ratoes roepiah), djadi tiap-tiap sebahoe sawah jang disewa pabrik, orang desa roegi f234,- (doea ratoes tiga poeloeh empat roepiah). Tjobalah pembatja pikir sendiri boekankah soedah terang sekali kalau menoeroet keterangan di atas itoe, semoea orang desa jang sawahnja disewakan pabrik tjoema f66,- (enam poeloeh enam roepiah) sebahoe dalam 18 boelan lamanja, dia orang mendapat keroegian f234,- (doea ratoes tiga poeloeh empat roepiah). Lagi poela semoea sawah jang loeas ditanami teboe itoe tidak bisa baik lagi ditanami padi. Kalau menilik hal itoe terang sekali orang-orang desa jang sawahnja disewakan pabrik itoe tentoe dengan akalan jang tidak baik, sebab kalau tidak begitoe, kami berani berkata, tentoe orang desa tidak nanti sawahnja boleh disewa pabrik teboe.
Apakah tidak lebih baik pemerentah menentoekan harga tanah jang sama disewa pabrik teboe, misalnja: pabrik tidak bolih menjewa tanah orang desa korang dari f.200,- sebahoe didalam 18 boelan. Kalau hal ini dilakoekan, tentoe bangsa kita orang desa tida bakal sengsara lantaran adanja pabrik-pabrik goela.
Keterangan-keterangan ini misih pendek sekali, sebab hanja kami ambil jang perloe sadja, tetapi kalau ini oesikan tidak bergoena, jaitoe tidak bisa merobah haloean pabrik tentang sewa menjewa tanah kepada orang-orang desa, dibelakang hari henda kami terangkan dengan pandjang lebar, djoega semoea perkara jang gelap gelap, soepaja bangsa kita orang desa tidak menderita kesoesahan. Ingatlah ini waktoe mahal makanan, seharoesnja pemerentah berdaja oepaja soepaja semoea sawah ditanami padi, tetapi tidak ditanami teboe seperti sekarang.
Komentar