PERSEMBAHAN ANAK MUDA BELAJAR-1
RASISME
DAN PELANGGARAN HAM DI PAPUA
1.
Rasisme
Rasisme
adalah pandangan terhadap ideolgi atau paham yang dianut oleh masyarakat yang
menolak atau tidak suka pada suatu golongan masyarakat tertentu yang biasanya
berdasarkan ras, agama, suku, dan lain sebagainya. Rsisme dapat mejadi factor
terjadinya diskriminasi social, kekerasan rasial, termasuk genosida.
Bagaimana cara untuk
menangkal pengaruh rasisme yang terjadi saat ini?
1. Kita semua
terlahir setara dan sama lho. Bahkan di dalam semua kitab suci agama manapun
kita sebagai manusia setara dan diajarkan untuk bersikap baik kepada sesama
makhluk.

foto:
catholicnews.org.uk
2. Cobalah untuk
berteman dengan orang yang berbeda, baik beda ras, beda suku maupun beda agama.
Pertemanan semacam ini akan menimbulkan rasa toleransi yang tinggi di antara
perbedaan.

foto:
defendthemodernworld.wordpress.com
3. Jika tiba-tiba
ada orang yang bersikap rasis kepada kamu, lawanlah dengan berani. Hb itu akan
memberitahukan kepada mereka kalau kamu menolak rasisme.

foto: rachelsimmons.com
4. Kalau kamu
sedang beradu argumen dengan orang yang berbeda ras atulhau agama denganmu,
cobalah untuk menggunakan kata-kata yang halus dan bijak. Berdebatlah dengan
kedewasaan.

foto: likesuccess.comuhb Wa Z;.*@_ mo
5. Cobalah untuk sering membaca buku yang mengajarkan kedamaian, toleransi dan perilaku santun lainnya. Buku adalah jendela dunia.

foto: zmescience.com
6. Cobalah untuk
terbuka dengan mempelajari dan memahami agama orang lain. Belajar dan pahami
tentang agama lain bukan berarti pindah agama ya. Gusdur sering menyarankan hal
ini agar tidak terjadi perpecahan dalam satu bangsa.

2. Pelanggaran Ham di Papua
pengepungan asrama mahasiswa Papua di
Surabaya, Jawa Timur beredar luas di media sosial pada pekan lalu.
Teriakan untuk mengusir Papua yang berasal dari sekelompok massa
menggema di depan asrama tepat sehari sebelum perayaan ke-74 Kemerdekaan RI
pada 16 Agustus lalu.
Teriakan bernada rasis pun ditujukan kepada penghuni asrama berulang kali diserukan. Pemicunya disinyalir karena mahasiswa Papua diduga enggan mengibarkan bendera merah putih di halaman asrama. Belum lagi soal hoaks bahwa mereka menginjak-injak bendera-yang ternyata fitnah belaka.
Situasi pun semakin memanas keesokannya, saat perayaan kemerdekaan RI. Aparat kepolisian mulai masuk ke asrama dan melontarkan gas air mata. Penghuni yang ada di dalam asrama pun dipaksa keluar. Sebanyak 43 orang diangkut polisi menggunakan mobil pengendali masyarakat untuk diminta keterangan. Namun selang sehari mereka akhirnya dilepaskan.
Teriakan bernada rasis pun ditujukan kepada penghuni asrama berulang kali diserukan. Pemicunya disinyalir karena mahasiswa Papua diduga enggan mengibarkan bendera merah putih di halaman asrama. Belum lagi soal hoaks bahwa mereka menginjak-injak bendera-yang ternyata fitnah belaka.
Situasi pun semakin memanas keesokannya, saat perayaan kemerdekaan RI. Aparat kepolisian mulai masuk ke asrama dan melontarkan gas air mata. Penghuni yang ada di dalam asrama pun dipaksa keluar. Sebanyak 43 orang diangkut polisi menggunakan mobil pengendali masyarakat untuk diminta keterangan. Namun selang sehari mereka akhirnya dilepaskan.
Pengepungan asrama ini di respon dengan aksi massa oleh
masyarakat di Manokwari, Papua Barat, Senin (19/8) pagi. Aksi ini sempat ricuh
lantaran diwarnai blokade jalan hingga pembakaran kantor DPRD Provinsi Papua
Barat. Aksi lainnya pun menjalar ke mana-mana. Jayapura, Sorong, hingga
Raja Ampat. Seruan solidaritas juga menggema di Jakarta, Bandung dan
Medan.
Aksi pengepungan di Surabaya itu dinilai telah melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). LBH Papua mendesak Komnas HAM segera menginvestigasi dugaan pelanggaran HAM yang terjadi dalam pengepungan di asrama itu karena membiarkan tindakan diskriminasi rasial oleh TNI, Polri, Pol PP, hingga Ormas. "Kami mendesak Komnas HAM menginvestigasi kasus dugaan pelanggaran HAM karena telah terjadi pembiaran dari tindakan diskriminasi rasial yang dilakukan oknum TNI, Polri, Pol PP, dan ormas di Jatim terhadap mahasiswa Papua," ujar Direktur LBH Papua Emanuel Gobay. Pelanggaran HAM di Papua sendiri sejak lama sudah menjadi sorotan. Dalam catatan Komnas HAM, pelbagai kasus pelanggaran HAM bahkan terjadi ketika Presiden Jokowi baru saja dilantik pada Oktober 2014. Salah satunya adalah kasus di Kabupaten Paniai, Papua.
Aksi pengepungan di Surabaya itu dinilai telah melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). LBH Papua mendesak Komnas HAM segera menginvestigasi dugaan pelanggaran HAM yang terjadi dalam pengepungan di asrama itu karena membiarkan tindakan diskriminasi rasial oleh TNI, Polri, Pol PP, hingga Ormas. "Kami mendesak Komnas HAM menginvestigasi kasus dugaan pelanggaran HAM karena telah terjadi pembiaran dari tindakan diskriminasi rasial yang dilakukan oknum TNI, Polri, Pol PP, dan ormas di Jatim terhadap mahasiswa Papua," ujar Direktur LBH Papua Emanuel Gobay. Pelanggaran HAM di Papua sendiri sejak lama sudah menjadi sorotan. Dalam catatan Komnas HAM, pelbagai kasus pelanggaran HAM bahkan terjadi ketika Presiden Jokowi baru saja dilantik pada Oktober 2014. Salah satunya adalah kasus di Kabupaten Paniai, Papua.
Rasisme Bukan Penyebab Utama Rusuh di Papua,
tapi Pemicu...”
KOMPAS.com - Dugaan tindakan rasisme terhadap mahasiswa Papua di
Surabaya, Jawa Timur berbuntut panjang. Ribuan orang berdemo di Papua dan
berakhir rusuh. Massa yang diselimuti rasa marah melakukan perusakan dan
pembakaran di sejumlah tempat di Papua. Ada kantor Majelis Rakyat Papua, kantor
Telkom, Kantor Pos, dan SPBU di samping kantor BTN di Jalan Koti, Jayapura,
yang menjadi korban amarah massa. Tidak hanya itu, kemarahan para demonstran
juga dilampiaskan dengan cara melemparkan batu ke arah kantor-kantor dan hotel di
Jayapura. Menanggapi kondisi ini, Pengamat Psikologi Sosial Universitas
Padjadjaran (Unpad), Sri Rahayu Astuti menilai, rasisme yang terjadi di Jawa
Timur bukan penyebab utama kericuhan di Papua. “Rasisme bukan penyebab utama,
tapi pemicu,” ujar Sri saat dihubungi Kompas.com, Minggu (1/9/2019).
Sri mengatakan, sebagian orang Papua
mungkin ada yang menyimpan kekecewaan dan memiliki sentimen negatif terhadap
etnis lain, atau bahkan mungkin Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Menurut Sri, bisa jadi kekecewaan tersebut selama ini tidak terlihat. Hingga
ada pemicu kejadian di Surabaya yang di-blow-up sedemikian rupa. “Begitu ada
yang menyulut, meledaklah semua,” ungkap Sri. Kedua, memicu emosi negatif seperti marah, dan berperilaku agresif
seperti perusakan barang ataupun perilaku destruktif lain. Emosi sifatnya menular. Ketika seseorang yang senasib dan
menilai dirinya memiliki kesamaan dengan yang orang yang disakiti, dia akan
ikut marah dan memihak kepada orang tersebut.
Menurut Sri,yang harus dilakukan
saat ini adalah menyebarkan virus kepedulian terhadap orang lain, baik itu pada orang
yang berbeda agama, ras, suku, bahasa. Idealnya, virus tersebut diajarkan sejak
dini di lingkungan kkeluarga Bagaimana orangtua mengajarkan anaknya peduli
terhadap sesama dan menerima perbedaan dengan lapang dada. Namun jika sudah
terjadi -seperti kasus Papua sekarang- maka semua pihak harus bersama-sama
menebar virus kepedulian. "Bagaimana yang tadinya rasis dan alergi
terhadap sesuatu yang berbeda, bisa menerima dan menghargai," kata dia.
“Karena gak usah jauh-jauh (Papua), Jawa, dan Sunda pun sama,” ungkap
dia lagi. Sri mencontohkan, masih ada -misalnya, orangtua di Jawa dan Sunda
yang mengatakan, tidak boleh menikah antara Sunda-Jawa. "Kalau
pun menikah, lihat dulu, apakah perempuan atau laki-laki yang bersuku
Jawa," kata dia.
Lalu, menurut Sri, hal itu pun terjadi
--misalnya, dengan orang Padang. Dari awal diajarkan, ke mana pun pergi, ia
harus kembali ke Padang, dan menikah dengan orang di daerahnya. Itu pula yang
terjadi untuk orang Papua. Misalnya, di Papua mengonsumsi minuman keras merupakan
kebiasaan. Namun di Jawa, hal itu berkonotasi negatif. "Jadi, ketika
seseorang menurun kesadaran karena miras, dan lalu berperilaku di luar kendali,
maka bagi mereka dari budaya yang tidak bisa menerima kondisi itu akan tercetus
kata-kata 'dasar orang... (Papua, misalnya)'." papar Sri. Maka, lanjut
dia, harus ditanamkan sikap kepedulian untuk
menghargai dan menerima. Apalagi Indonesia terdiri dari berbagai suku, ras,
agama, dan bahasa. “Bukan pada Papua saja, tapi semua budaya. Harus bisa
memahami orangnya. Bukan kaitannya dengan suku tapi personality-nya,”
cetus dia
Kasus di Asrama Mahasiswa Papua, 5 TNI Diskors
dan Diseret ke Pengadilan Militer
Minggu, 25 Agustus 2019 | 21:01 WIB

KOMPAS.COM/GHINAN SALMAN
Sejumlah polisi
menggunakan perisai mendobrak dan menjebol pintu pagar Asrama Papua Surabaya di
Jalan Kalasan, Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (17/8/2019).
-
Kodam V/Brawijaya memberikan skorsing kepada lima anggotanya atas peristiwa
pengepungan asrama mahasiswa Papua di Jalan Kalasan, Surabaya, Jawa Timur,
pekan lalu.
Kepala
Penerangan Kodam (Kapendam) V/Brawijaya Letkol Arm Imam Hariyadi mengatakan,
lima anggotanya yang dijatuhi skorsing, salah satunya adalah Danramil 0831/02
Tambaksari Mayor Inf N.H Irianto.
"Skorsing
itu namanya pemberhentian sementara, sifatnya temporer. Walaupun sebenarnya itu
merupakan sanksi juga ya, jadi hak-hak dia dikurangi juga," kata Imam
kepada Kompas.com, Minggu (25/8/2019) malam.
Menurut
dia, skrosing itu diberikan untuk memudahkan Pomdam V/Brawijaya dalam melakukan
penyidikan.
a. Beberapa aksi rasisme terhadap rakyat Papua

Aksi Rasisme
terhadap mahasiswa Papua di Jawa tak pernah siap dikendalikan oleh
pemerintah Indonesia sendiri di Jakarta. Pada Senin kemarin, 19 Agustus, dua
hari setelah negara ini merayakan kemerdekaannya ke-74, gelombang
orang Papua menumpahkan kekecewaannya di Jayapura, ibu kota
Papua, dan di Manokwari, ibu kota Papua Barat, serta Kota
Sorong.
Di Jayapura, lautan manusia berdemo jalan
kaki sepanjang 18 kilometer dari Waena, pusat keramaian di kota itu, menuju
kantor gubernur; menuntut rasialisme terhadap orang Papua harus dihentikan.
Gubernur Papua Lukas Enembe bahkan tegas berkata bahwa "kami bukan
bangsa monyet, kami manusia."
Di Manokwari, situasinya lebih panas. Gedung parlemen
daerah dibakar. Pohon di tepi jalan ditebang. Ban dibakar. Melumpuhkan
aktivitas dan mobilitas warga.
Di Sorong, sebuah kota pantai di ujung kepala burung
Papua, fasilitas publik seperti bandara dirusak. Mobil-mobil di lahan
parkir bandara itu dirusak. Penerbangan lumpuh dalam beberapa jam. Jalan raya
lumpuh. Aksi itu entah spontanitas atau ada motif selain respons atas rasisme
di Jawa menjalar ke pembakaran gedung penjara.
b.Tersangka
rasisme
Polisi telah
menetapkan 30 tersangka kerusuhan di Papua Barat. Mereka tersebar di empat
kabupaten, yakni Manokwari, Sorong, Teluk Bintuni, dan Fakfak.
Mereka
terlibat kasus perusakan, pembakaran, dan penjarahan pada kerusuhan yang
terjadi antara 19 hingga 21 Agutus 2019.
Kerusuhan
terjadi saat demo memprotes tindakan rasisme terhadap mahasiswa Papua di
Surabaya dan Malang, Jawa Timur.
Kabid
Humas Polda Papua Barat, AKBP Mathias Krey, Selasa (10/9/2019) mengatakan satu
orang dari Kabupaten Bintuni menjadi tersangka kasus ujaran kebencian.
Sementara
13 tersangka terlibat kerusunan di Manokwari, 13 tersangka terlibat kerusuhan
di Sorong, dan tiga tersangka terlibat kerusuhan di Fakfak.
Total
laporan yang diterima Polda Barat terkait kerusuhan tersebut sebanyak 88
laporan polisi.
40
laporan polisi dari Manokwari, 43 laporan polisi di Sorong, empat laporan
polisi di Fakfak, dan satu laporan polisi di Tekuk Bintuni.
Selain
itu, polisi juga menetapkan 12 orang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).
Satu
DPO kasus pembakaran kantor DPRD Papua Barat, 11 DPO kasus perusakan Bandara
Deo Sorong dan pembakaran Lapas Sorong.
Tersangka kasus kerusuhan Papua bertambah lagi.
Kali ini Ketua Komite Nasional Papua Barat (KNPB)
Wilayah Mimika, Steven Itlay.
Ia ditangkap tim gabungan TNI -Polri.Tersangka Steven
Itlay diduga terlibat dalam aksi protes berujung kerusuhan di Kota Jayapura,
Papua.Kapolda Papua Irjen Rudolf A Rodja mengatakan, peran Steven dianggap
cukup penting pada kerusuhan 29 Agustus lalu.Ia dianggap membantu Agus Kosay,
Ketua KNPB mengecek kesiapan KNPB wilayah. Pada aksi di Jayapura, Steven
ditenggarai berperan juga untuk memobilisasi massa dari Sentani dan mengirim
instruksi dari Agus Kosay kepada seluruh pimpinan KNPB wilayah.
Daftar
Pustaka :
https://lifestyle.kompas.com/read/2019/09/02/123430320/rasisme-bukan-penyebab-utama-rusuh-di-papua-tapi-pemicu?page=3
https://www.google.com/amp/s/amp.kompas.com/regional/read/2019/09/10/15530011/30-orang-jadi-tersangka-kerusuhan-di-papua-barat-dan-12-dpo-ini-perannya-
Tulisan
di atas dibuat saat Agenda Anak Muda Belajar ke-1 (Agenda Recruitmen Kelompok
Belajar Anak Muda) Sebagai tugas kelompok untuk di presentasikan saat hari ke-2
agenda Anak Muda Belajar tentang ; Rasisme dan pelanggaran HAM Di Papua.
Komentar