PERKUAT
KORUPSI, KPK DI RACUNI
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), merupakan
lembaga independen yang lahir di era tahun 2001. Sebagai
upaya meningkatkan daya guna dalam hal pemberantasan tindak pidana korupsi, dan
juga sebagai lembaga yang lahir karena kurang baiknya kinerja lembaga yudikatif
dalam hal ini Kejaksaan dan juga lembaga kepolisian. Bukan hanya itu, terjadinya
korupsi yang terstruktur dan meluas hingga merugikan keuangan negara dan juga
sebagai pelanggaran hak asasi manusia, sehingga melatar belakangi terbentuknya
KPK.
Lembaga KPK dalam menjalankan tugas dan
wewenangnya, berdasarkan pada undang-undang republik Indonesia nomor 30 tahun
2002 mengenai Komisi pemberantasan tindak pidana korupsi. Dan dalam tugasnya
berpedoman pada lima asas yakni: kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas,
kepentingan umum, dan proporsionalitas. Lahirnya KPK sebagai lembaga anti
rasuah memberikan dampak positiv bagi negara, terbukti dengan banyaknya tikus
berdasi yang jadi tersangaka mulai dari anggota DPR, menteri, jaksa, tni, polri,
gubernur, walikota/bupati, bahkan pimpinan wilayah terkecil.
“ seperti anak yang tak diharapkan dalam
keluarga.”” Itulah pepatah yang cocok digaunkan untuk lembaga racun tikus
tersebut. Melihat keberhasilan KPK dalam menuntaskan korupsi membuat para elit
jadi khawatir hingga melakukan sebuah cara agar KPK menjadi tak berdaya yaitu dimulai
dengan mengganti pimpinan KPK, dan yang paling utama revisi UU KPK.
Wacana merevisi UU KPK mulai menyeruap di era
Presiden SBY pada tahun 2010 yang diinisiasi oleh komisi III DPR RI. Di tahun
itu juga DPR dan pemerintah menetapkan revisi UU KPK namun, mendapat penolakan
keras dari berbagai pihak, hingga ketua DPR Marzuki Ali menunda pembahasanya.
Di tahun 2019 revisi UU KPK Kembali diperjuangkan oleh DPR, pada Selasa
17-september 2019. Menjadi hari yang kurang menyenangkan bagi masyarakat
Indonesia. Karena, lembaga yang menjadi kepercayaan masyarakat untuk menangkap
para koruptor malah dilemahkan dengan merevisi 26 poin UU KPK. Salah satunya,
dalam melakukan penyadapan KPK harus meminta izin kepada dewan pengawas.
Padahal dalam UU KPK no 30 tahun 2002 tentang tindak pidana korupsi, komisi pemberaantasan
korupsi adalah lembaga negara yang dalam
melaksanakan tugas dan wewenangya bersifat independen dan bebas dari pengaruh
kekuasaan manapun.
Melihat apa yang menjadi perjuangan DPR
RI, untuk merevisi UU KPK saat ini adalah cara untuk memperkuat ruang gerak siapa
saja yang ingin melakukan korupsi termaksud para wakil rakyat itu sendiri.
Serta upaya untuk mematikan KPK dengan cara meracuni, melemahkan hingga
berujung kematian bagi lembaga anti rasuah tersebut.
Penulis : Yopin Pratama, Anggota Kelompok Belajar Anak Muda
Komentar