HARI MAHASISWA DAN PELAJAR INTERNASIONAL 17 NOVEMBER, SEBUAH REFLEKSI GERAKAN MAHASISWA & PELAJAR SAMARINDA
Tanggal 17 November diperingati sebagai hari perlawanan mahasiswa dan pelajar di seluruh dunia yang dikenal sebagai Hari Pelajar Internasional atau International Student Day (ISD). Sejarah mencatat, 17 November diabadikan oleh Serikat Mahasiswa Internasional (International Student’s Union) yang bermarkas di Praha, Cekoslovakia (sekarang Ceko) sebagai Hari Pelajar Internasional, untuk memperingati peristiwa tragis berupa penutupan semua universitas dan eksekusi beberapa orang mahasiswa oleh Reichsprotektor Ceko (semacam perwakilan Nazi Jerman di Negara boneka Bohemia dan Moravia) pada 17 November 1939. Selain itu juga, 17 November juga diperingati oleh mahasiswa di Yunani yang dikenal sebagai Hari Mahasiswa Yunani 17 November, yang didasarkan pada perlawanan mahasiswa terhadap Junta Militer Yunani yang anti demokrasi. Penyerangan oleh Junta Militer dilakukan pada 17 November dengan pengiriman sekitar 30 tank tentara yang kemudian menabrak gerbang kampus Politeknik, Athena, Yunani, membunuh serta melukai para mahasiswa yang sedang melakukan pemogokan di kampus tersebut.
Maka, itulah mengapa kita sebagai mahasiswa dan pelajar untuk terus melawan terhadap sistem pendidikan yang bercorak pada kapitalisme untuk memenuhi hasrat para pemodal borjuis dalam memeras para calon tenaga kerja lulusan pendidikan tinggi, ditambah juga sebagai bentuk perlawanan mahasiswa dan pelajar terhadap rezim politik oligarki, militerisme, ormas fasis, beserta antek-antek pelaku pelanggaran HAM.
Selain itu juga, persoalan pendidikan menjadi hal yang utama. Salah satunya adalah UKT (Uang Kuliah Tunggal) yang semakin mahal. Pendidikan seolah hanya bisa diakses oleh kaum-kaum yang kaya (yang punya banyak uang!). Kaum miskin pun tidak bisa menikmati pendidikan yang layak. Walaupun ada banyak sekali beasiswa yang berseliweran di kampus-kampus maupun sekolah, namun tetap saja tidak cukup untuk pelajar dan mahasiswa yang miskin. Yang harusnya mendapatkan pendidikan yang layak, pendidikan yang bisa diakses untuk semua umat manusia, pendidikan yang sekiranya gratis untuk semua umat manusia, entah itu kalangan kaum miskin maupun kaum yang terpinggirkan.
Mahasiswa dan pelajar sekalian, Samarinda punya catatan sejarah yang gemilang. Gerakan mahasiswa di Samarinda pada bulan September yang lalu berhasil menyatukan seluruh elemen mahasiswa, pelajar, buruh, tani, dan elemen warga lainnya turun ke jalan dalam menyuarakan DARURAT DEMOKRASI yang tergabung dalam ALIANSI KALTIM BERSATU. Dimana gerakan mahasiswa beserta pelajar, buruh, tani, miskin kota, kaum rentan, LGBT-IQ, sama-sama turun ke jalan dalam menyuarakan penolakan terhadap revisi UU KPK maupun UU yang membunuh demokrasi kita (revisi UU RKUHP, revisi UU Minerba hingga RUU Pertanahan), sahkan RUU PKS dan RUU Perlindungan Tenaga Migran, bebaskan aktivis pro-demokrasi (termasuk juga bebaskan 22 aktivis Papua), hingga pada pengusutan tuntas kasus represifitas September Berdarah (SEDARAH) yang menewaskan 5 orang pada saat aksi pada 23-30 September 2019 lalu. Hal ini lebih besar apabila dibandingkan dengan gerakan mahasiswa di Samarinda pada 1998 yang lalu. Namun, hal ini berhasil menyatukan seluruh sektor, mulai dari mahasiswa, pelajar, buruh, petani, suporter Sepakbola, hingga seluruh elemen warga.
Namun, gerakan mahasiswa yang tergabung di ALIANSI KALTIM BERSATU di Samarinda malah merosot. Hal itu tidak lepas dari intervensi aparat kepolisian beserta birokrat daerah yang kemudian memanggil seluruh rektor dari kampus-kampus seluruh Kalimantan Timur. Lalu para pimpinan DPRD Kaltim satu per satu memanggil perwakilan mahasiswa untuk beraudiensi dengan DPRD, dan pada saat yang bersamaan pihak kepolisian memanggil Jenlap maupun Humas Aksi di Aliansi Kaltim Bersatu, namun tidak jelas apa yang polisi perkarakan terhadap kawan-kawan aliansi. Dan inilah yang kemudian melemahkan gerakan aliansi / gerakan mahasiswa dan pelajar Kaltim pada khususnya.
Tidakkah kalian kawan-kawan mahasiswa dan pelajar Samarinda bersikap malu dengan kawan-kawan mahasiswa di gerakan perlawanan rakyat yang berada di Hongkong, Lebanon, Cile, Barcelona hingga Ekuador yang sedang bergejolak sampai sekarang? Faktanya, gerakan perlawanan rakyat di dunia ini didominasi oleh anak muda (mahasiswa, pelajar, bahkan kaum tua) untuk menyuarakan perlawanan terhadap rezim oligarki, militerisme, hingga koruptor. Begitupula yang terjadi di tanah Papua (dari Sorong hingga Samarai) yang bergejolak akibat dari tindakan rasisme yang dilakukan oleh Ormas Reaksioner beserta aparat di Asrama Mahasiswa Papua di Surabaya pada 16 Agustus lalu. Namun kemudian, aparat pemerintah Indonesia bertindak secara berlebihan dengan mengirimkan beribu-ribu personil Kepolisian & TNI ke Papua dengan dalih "Mengamankan Obyek Vital Nasional", namun ternyata malah merepresif gerakan rakyat Papua, dari Jayapura hingga Merauke.
Kawan-kawan mahasiswa dan pelajar Samarinda sekalian, Dan saatnya memperkuat solidaritas, memperkuat konsolidasi, memperkuat garis perlawanan terhadap rezim yang makin menindas gerakan-gerakan rakyat, demi mewujudkan keadilan yang setara, hilangkan sekat-sekat sektarian, hilangkan perbedaan kepentingan kelompok-kelompok, hapuskan segala bentuk rasisme, hapuskan segala bentuk diskriminasi, demi mewujudkan kemanusiaan yang lebih baik. Pendidikan-pendidikan dari sekolah hingga perguruan tinggi digratiskan se-gratisnya tanpa adanya pungutan, tanpa adanya UKT yang terlalu mahal, demi pendidikan yang setara untuk seluruh umat manusia di dunia. Dan juga pendidikan harusnya bebas dari perilaku seksisme, rasisme, hingga xenophobia. Dan juga pendidikan harus bebas dari perilaku pelecehan seksual. Pendidikan yang setara untuk seluruh umat manusia di dunia. Pendidikan yang benar-benar membebaskan!
Hasta la victoria siempre!
-El Pueblo Jamas Sera Vencindo!
(Rakyat bersatu tidak dapat dikalahkan!)-
Cuplikan judul lagu protes gerakan rakyat di Cile
Ditulis oleh Adit
(Anggota Bidang Literasi KBAM)
Komentar