DIBAWAH TRADISI PENYINGKIRAN PEREMPUAN
Ditulis oleh : Riska-Bidang Administrasi dan keuangan mandiri - KBAM
Sebagai perempuan kerap kali mendengar kata kalimat ucapan dan tuntutan dari lingkungan sekitar. menjadi bahan banding dari cuitan kiri kanan dan kerap kali menjadi bahan fantasi liar oknum tidak dikenal. Perempuan sering kali dianggap manusia lemah, tidak bisa melakukan apapun tapi apapun menjadi tuntutan hidupnya. Bukankah wanita bisa segalanya?
Perempuan sering kali ditimpa kalimat 'Kerja atau jadi ibu rumah tangga?'
Apa pilihat tersebut menjadi acuan hidup? Memilih satu akan menjatuhkan yang satunya lagi. Meninggalkan kodrat yang seharusnya dilakukan atau meninggalkan kesempatan untuk berkarir emas.
'Gak perlu sekolah tinggi-tinggi, gak guna, ujung-ujungnya paling didapur.'
Kalimat yang pasti bahkan selalu terdengar ditelinga perempuan. Seakan-akan sekolah tinggi akan mengancam kehidupannya. Sebenarnya kalimat itu untuk menjatuhkan apa karena takut tersaingi? Masih menjadi misteri.
Pulang malam menjadi acuan kalau perempuan itu nakal, tidak baik, suka 'main-main'. Kebebasan untuk berpakaian pun terancam. Pulang dengan siapa pun menjadi topik hangat dilingkungan tetangga. Tradisi yang diutamakan agar tidak menyalahi kodrat yang ada menjadi bahan ajar orang tua yang ditanam sejak kecil di mindset perempuan.
Perempuan juga sering menjadi korban pelecehan seksual dan kekerasan, mau tua atau muda, bahkan anak kecil sekalipun. Trauma yang dirasa banyak penyintas bahkan menjadi bahan lelucon yang tak tau dimana letak lucunya. Pada tahun 2020, Catatan Tahunan Komnas Perempuan menemukan 299.911 kasus kekerasan. Kasus tersebut diantaranya merupakan kasus berbasis gender, tidak berbasis gender, atau memberikan informasi. Kasus yang paling banyak terjadi adalah KDRT (kekerasan dalam rumah tangga) sebanyak 50% kasus, kekerasan pacaran sebanyak 20% kasus, dan kekerasan terhadap anak perempuan sebanyak 15% kasus. Sisanya adalah kekerasan dari mantan pacar, mantan suami, serta kekerasan terhadap pekerja rumah tangga.
'Educate your daughter' kalimat yang sebenarnya benar tapi menjadi hal yang aneh karena mengapa harus 'perempuan' bukannya keduanya bisa? Seharusnya juga kalimat 'Educate your son' dijadikan acuan orang tua. Adil bukan?
Saat Pandemi seperti ini, perempuan rentan terkena dampak dari Covid-19. Permasalahan banyak berimbas pada perempuan seperti kehilangan mata pencaharian, terpaksa menjadi tulang punggung keluarga, hingga mengalami kekerasan berbasis gender. Pada survei 'Menilai Dampak Covid-19', pandemi covid-19 mempengaruhi kesehatan mental dan emosional perempuan. Hal ini karena 57% perempuan mengalami peningkatan stress dan kecemasan akibat bertambahnya beban pekerjaan rumah tangga dan pengasuhan, kehilangan pekerjaan dan pendapatan, serta mengalami kekerasan berbasis gender. Sedangkan laki-laki yang mengalami masalah tersebut sebanyak 48%.
Hari perempuan jatuh pada tanggal 8 maret, tapi hak yang diharap-harapkan belum juga didapatkan. Perempuan membutuhkan HAK untuk tidak dipandang rendah, hak kebebasan dalam hal yang menjadi tabu dilingkungannya, hak untuk bebas memilih apa jalan hidupnya, bukan ditentukan dari keluarga sanak saudara.
Hidup perempuan, perempuan bisa segalanya.
Komentar